Implikasi Proyeksi Penduduk: AKAN DIBAWA KEMANA INDONESIA
Senin, 09 November 2009 16:56:11 |
Penduduk bisa diibaratkan sebagai pisau bermata dua. Penduduk yang besar dan berkualitas akan menjadi aset yang sangat bermanfaat bagi pembangunan, namun sebaliknya penduduk yang besar tapi rendah kualitasnya justru bisa menjadi beban yang berat.
Berbagai bukti empiris menunjukan bahwa kemajuan suatu bangsa sebagian besar ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dan bukan oleh sumber daya alamnya. Singapura, Hongkong, Korea, Taiwan, dan Jepang, dapat dikatakan miskin akan sumber daya alam. Tapi negara-negara itu maju pesat karena mempunyai kualitas sumber daya manusia yang tinggi. Dan tetap terus-menerus melakukan investasi pembangunan yang memadai dalam bidang ini.
Kualitas penduduk Indonesia saat ini boleh dikatakan masih rendah. Berdasarkan survei UNDP (United Nation Development Programe, pada tahun 2003 kualitas sumber daya manusia yang diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia (human development index) Indonesia mempunyai rangking yang rendah: nomor urut 112 dari 175 negara di dunia.
Dalam kaitan ini, pembangunan yang berwawasan kependudukan dengan tujuan utama untuk meningkatkan kualitas penduduk, merupakan program investasi pembangunan jangka panjang yang mau tidak mau harus dilakukan, sebagai landasan membangun kualitas penduduk yang tinggi di masa mendatang.
Implikasi Proyeksi Penduduk pada Strategi Pembangunan Indonesia
Proyeksi penduduk tersebut harus dibicarakan dalam perspektif beberapa hubungan yang bisa dipakai sebagai dasar awal untuk melakukan perencanaan pembangunan. Beberapa hal yang perlu dicermati ulang adalah apakah aspek kependudukan sudah terintegrasikan dengan baik ke dalam paradigma pembangunan di Indonesia.
Pertanyaan yang lain adalah akurasi data-data persebaran penduduk, pengangguran, dan penanggulangan kemiskinan, yang sangat penting agar pembangunan yang sudah direncanakan itu bisa tepat sasaran. Pertanyaan lain lagi yang bisa dipikirkan adalah implikasi proyeksi penduduk tersebut terhadap bidang-bidang ketenagakerjaan dan kemiskinan.
Dalam praktek pembangunan di beberapa negara, setidaknya pada awal pembangunan, umumnya berfokus pada peningkatan produksi. Meskipun banyak varian pemikiran, pada dasarnya kata kunci dalam pembangunan adalah pembentukan modal. Oleh karena itu strategi pembangunan yang dianggap paling sesuai adalah akselerasi pertumbuhan ekonomi dengan mengundang modal asing dan melakukan industrialisasi. Peranan penduduk dalam strategi semacam ini hanyalah sebagai "instrumen" atau salah satu "faktor produksi " saja. Manusia ditempatkan dalam posisi instrumen dan bukan merupakan subjek dari pembangunan.
Alternatif lain dari strategi pembangunan manusia adalah apa yang disebut sebagai "people centered development" atau"putting people first". Artinya manusia (penduduk) merupakan tujuan utama dari pembangunan, dan kehendak serta kapasitas manusia merupakan sumberdaya yang paling penting. Dimensi pembangunan semacam ini jelas lebih luas daripada sekedar membentuk manusia profesional dan terampil sehingga bermanfaat dalam proses produksi. Penempatan manusia sebagai subjek pembangunan menekankan pada pentingnya pemberdayaan manusia. Kemampuan manusia untuk mengaktualisasikan segala potensinya adalah tujuan utama.
Indonesia sudah menyepakati sejak lama bahwa paradigma pembangunannya adalah pembangunan yang berkelanjutan, dengan sasaran utama adalah, sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945, membangun manusia seutuhnya. Karena itu, perlu kajian lebih lanjut di masa mendatang, apakah berdasarkan proyeksi penduduk 2000-2025 itu, strategi pembanguan Indonesia tidak berubah.
Implikasi Proyeksi Penduduk pada Pengangguran dan Kemiskinan Ada dua pandangan yang berbeda mengenai pengaruh penduduk pada pembangunan. Pertama, adalah pandangan pesimis yang berpendapat bahwa penduduk (pertumbuhan yang pesat) dapat mengantarkan dan mendorong terjadinya pengurasan sumber daya, kekurangan tabungan, kerusakan lingkungan, kehancuran ekologis, yang kemudian dapat memunculkan masalah-masalah sosial, seperti kemiskinan, keterbelakangan dan kelaparan.
Kedua, pandangan optimis yang berpendapat bahwa penduduk adalah aset yang memungkinkan untuk mendorong pengembangan ekonomi dan promosi inovasi teknologi dan institusional. Sehingga pada gilirannya dapat mendorong perbaikan kondisi sosial. Kedua pandangan tersebut muncul sampai dengan tahun 1970-an.
Di kalangan pakar pembangunan telah ada konsensus bahwa laju pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak hanya berdampak buruk terhadap suplai bahan pangan, namun juga semakin membuat kendala bagi pengembangan tabungan, cadangan devisa, dan sumberdaya manusia. Setidaknya terdapat tiga alasan mengapa pertumbuhan penduduk yang tinggi akan memperlambat pembangunan.
Pertama, akan mempersulit pilihan antara meningkatkan konsumsi saat ini dan investasi yang dibutuhkan untuk membuat konsumsi di masa mendatang semakin tinggi.
Kedua, di negara-negara yang penduduknya tergantung pada sektor pertanian, pertumbuhan penduduk mengancam keseimbangan antara sumberdaya alam yang langka dan penduduk. Sebagian karena pertumbuhan penduduk memperlambat perpindahan penduduk dari sektor pertanian yang rendah produktivitasnya ke sektor pertanian modern dan pekerjaan modern lainnya.
Ketiga, semakin sulit melakukan perubahan yang dibutuhkan untuk meningkatkan perubahan ekonomi dan sosial. Tingginya kelahiran merupakan penyumbang utama bagi pertumbuhan kota yang cepat.
Dan bermekarnya kota-kota membawa masalah-masalah baru dalam menata maupun mempertahankan kesejahteraan warga kota. Kajian Okita dan Kureda (1981) yang berusaha mengupas perubahan demografis (transisi) dan dampaknya terhadap pembangunan, khususnya pertumbuhan ekonomi, menunjukkan bahwa perubahan struktur penduduk usia kerja di Jepang, sebagai akibat pesatnya pertumbuhan penduduk berpengaruh pada perluasan kapasitas produksi per kapita dan mempunyai kontribusi cukup penting pada pertumbuhan ekonomi.
Hanya sedikit bukti yang men unjukkan bahwa perubahan demografis dapat menyebabkan kemiskinan. Tetapi diakui bahwa pertumbuhan penduduk yang pesat dapat berimplikasi negatif pada pertumbuhan ekonomi dan upah serta kemiskinan jika tidak dibarengi oleh program pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar bagi publik.
Dan dari telaahan terhadap beberapa penelitian menjelang tahun 2000, diperoleh kesimpulan bahwa pertumbuhan penduduk mempunyai hubungan kuat-negatif dan signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi. Kedua, penurunan pesat dari fertilitas memberikan kontribusi relevan terhadap penurunan kemiskinan. Penemuan baru ini memberikan kesan yang amat kuat, dibanding sebelumnya, bahwa fertilitas tinggi di negara berkembang selama ini ternyata merupakan salah satu sebab dari kemiskinan yang terus-menerus, baik pada tingkat keluarga ataupun pada tingkat makro.
Berdasarkan temuan serta hasil proyeksi penduduk Indonesia yang memperlihatkan bahwa laju pertumbuhan penduduk yang pada tahun 2005 sebesar 1,29% akan menurun menjadi 1,21 % pada tahun 2010 dan seterusnya konsisten mengalami penurunan hingga 0,82% pada tahun 2025, maka kita berharap secara konsisten pula tingkat kemiskinan di Indonesia akan semakin menurun. Meningkatnya laju pertumbuhan penduduk yang disebabkan oleh menurunnya mortalitas akan memicu pertumbuhan, sedangkan yang disebabkan oleh peningkatan fertilitas akan menekan pertumbuhan ekonomi.
Namun hasil proyeksi yang sama menunjukkan bahwa proporsi penduduk usia kerja (15-64) relatif konstan yaitu 67% pada tahun 2005 berubah sedikit menjadi 68% pada tahun 2025, padahal proporsi penduduk usia kerja yang besar diharapkan menjadi sumber angkatan kerja yang produktif dan berkemampuan menabung tinggi dibanding penduduk muda (di bawah 15 tahun) dan penduduk tua (di atas 65 tahun) atau yang digolongkan bukan usia kerja.
Dengan pertumbuhan angkatan kerja Indonesia yang diperkirakan tetap tinggi (di atas 3%) hingga tahun 2025 maka tentu sangat berpengaruh terhadap tingkat pengangguran. Mengingat penciptaan kesempatan kerja yang tidak mampu mengimbangi laju pertumbuhan angkatan kerja akibat laju pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan agak melambat. Hal ini disebabkan oleh karena sumber-sumber pertumbuhan yang makin terbatas (sumber daya alam) serta kapasitas sumberdaya manusia yang tidak bisa dipacu dalam jangka pendek serta faktor teknologi dan inovasi yang juga terkendala karena Indonesia condong sebagai pengguna daripada pencipta teknologi. Terlebih jika dikaitkan dengan struktur umur penduduk Indonesia yang masih tergolong muda yang juga pada umur-umur muda (15-24) dari data yang ada memperlihatkan tingkat pengangguran yang lebih tinggi (14%) daripada umur di atas 25 tahun (4%).
Untuk mencapai sasaran dalam perencanaan pembangunan yang berdasarkan proyeksi penduduk, maka Indonesia wajib mempertahankan dan bahkan meningkatkan komitmennya pada program keluarga berencana. Melemahnya komitmen terhadap program KB akan berdampak pada lebih tingginya jumlah penduduk dari angka yang telah diperkirakan. Hal ini tentu akan semakin mempererat persoalan sosial, ekonomi dan lingkungan. Demikian pula dengan pembangunan SDM utamanya pendidikan dan kesehatan harus benar-benar menjadi perhatian sejak dini. Meningkatnya persentase penduduk usia produktif di satu sisi merupakan modal untuk melakukan pembangunan namun jika negara tidak mampu menyediakan lapangan kerja dan sarana aktualisasi diri akan berdampak pada kondisi ketidakstabilan.
Mencermati kondisi kependudukan tersebut di atas, diperlukan antisipasi kebijakan dan perencanaan jangka panjang, menengah dan tahunan dari berbagai instansi, agar lebih segmentatif sesuai kebutuhan kondisi masing-masing daerah. ***
Sumber: Sutyastie Soemilto Remi. Implikasi Proyeksi Penduduk Indonesia Tahun 2000-2025 Terhadap Pembangunan Berkelanjucan Bidang Ekon, 2008, dan berbagai sumber lainya.
Sumber :Sutyastie Soemilto Remi. Implikasi Proyeksi Penduduk Indonesia Tahun 2000-2025 Terhadap Pembangunan Berkelanjucan Bidang Ekon, 2008 Berbagai bukti empiris menunjukan bahwa kemajuan suatu bangsa sebagian besar ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dan bukan oleh sumber daya alamnya. Singapura, Hongkong, Korea, Taiwan, dan Jepang, dapat dikatakan miskin akan sumber daya alam. Tapi negara-negara itu maju pesat karena mempunyai kualitas sumber daya manusia yang tinggi. Dan tetap terus-menerus melakukan investasi pembangunan yang memadai dalam bidang ini.
Kualitas penduduk Indonesia saat ini boleh dikatakan masih rendah. Berdasarkan survei UNDP (United Nation Development Programe, pada tahun 2003 kualitas sumber daya manusia yang diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia (human development index) Indonesia mempunyai rangking yang rendah: nomor urut 112 dari 175 negara di dunia.
Dalam kaitan ini, pembangunan yang berwawasan kependudukan dengan tujuan utama untuk meningkatkan kualitas penduduk, merupakan program investasi pembangunan jangka panjang yang mau tidak mau harus dilakukan, sebagai landasan membangun kualitas penduduk yang tinggi di masa mendatang.
Implikasi Proyeksi Penduduk pada Strategi Pembangunan Indonesia
Proyeksi penduduk tersebut harus dibicarakan dalam perspektif beberapa hubungan yang bisa dipakai sebagai dasar awal untuk melakukan perencanaan pembangunan. Beberapa hal yang perlu dicermati ulang adalah apakah aspek kependudukan sudah terintegrasikan dengan baik ke dalam paradigma pembangunan di Indonesia.
Pertanyaan yang lain adalah akurasi data-data persebaran penduduk, pengangguran, dan penanggulangan kemiskinan, yang sangat penting agar pembangunan yang sudah direncanakan itu bisa tepat sasaran. Pertanyaan lain lagi yang bisa dipikirkan adalah implikasi proyeksi penduduk tersebut terhadap bidang-bidang ketenagakerjaan dan kemiskinan.
Dalam praktek pembangunan di beberapa negara, setidaknya pada awal pembangunan, umumnya berfokus pada peningkatan produksi. Meskipun banyak varian pemikiran, pada dasarnya kata kunci dalam pembangunan adalah pembentukan modal. Oleh karena itu strategi pembangunan yang dianggap paling sesuai adalah akselerasi pertumbuhan ekonomi dengan mengundang modal asing dan melakukan industrialisasi. Peranan penduduk dalam strategi semacam ini hanyalah sebagai "instrumen" atau salah satu "faktor produksi " saja. Manusia ditempatkan dalam posisi instrumen dan bukan merupakan subjek dari pembangunan.
Alternatif lain dari strategi pembangunan manusia adalah apa yang disebut sebagai "people centered development" atau"putting people first". Artinya manusia (penduduk) merupakan tujuan utama dari pembangunan, dan kehendak serta kapasitas manusia merupakan sumberdaya yang paling penting. Dimensi pembangunan semacam ini jelas lebih luas daripada sekedar membentuk manusia profesional dan terampil sehingga bermanfaat dalam proses produksi. Penempatan manusia sebagai subjek pembangunan menekankan pada pentingnya pemberdayaan manusia. Kemampuan manusia untuk mengaktualisasikan segala potensinya adalah tujuan utama.
Indonesia sudah menyepakati sejak lama bahwa paradigma pembangunannya adalah pembangunan yang berkelanjutan, dengan sasaran utama adalah, sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945, membangun manusia seutuhnya. Karena itu, perlu kajian lebih lanjut di masa mendatang, apakah berdasarkan proyeksi penduduk 2000-2025 itu, strategi pembanguan Indonesia tidak berubah.
Implikasi Proyeksi Penduduk pada Pengangguran dan Kemiskinan Ada dua pandangan yang berbeda mengenai pengaruh penduduk pada pembangunan. Pertama, adalah pandangan pesimis yang berpendapat bahwa penduduk (pertumbuhan yang pesat) dapat mengantarkan dan mendorong terjadinya pengurasan sumber daya, kekurangan tabungan, kerusakan lingkungan, kehancuran ekologis, yang kemudian dapat memunculkan masalah-masalah sosial, seperti kemiskinan, keterbelakangan dan kelaparan.
Kedua, pandangan optimis yang berpendapat bahwa penduduk adalah aset yang memungkinkan untuk mendorong pengembangan ekonomi dan promosi inovasi teknologi dan institusional. Sehingga pada gilirannya dapat mendorong perbaikan kondisi sosial. Kedua pandangan tersebut muncul sampai dengan tahun 1970-an.
Di kalangan pakar pembangunan telah ada konsensus bahwa laju pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak hanya berdampak buruk terhadap suplai bahan pangan, namun juga semakin membuat kendala bagi pengembangan tabungan, cadangan devisa, dan sumberdaya manusia. Setidaknya terdapat tiga alasan mengapa pertumbuhan penduduk yang tinggi akan memperlambat pembangunan.
Pertama, akan mempersulit pilihan antara meningkatkan konsumsi saat ini dan investasi yang dibutuhkan untuk membuat konsumsi di masa mendatang semakin tinggi.
Kedua, di negara-negara yang penduduknya tergantung pada sektor pertanian, pertumbuhan penduduk mengancam keseimbangan antara sumberdaya alam yang langka dan penduduk. Sebagian karena pertumbuhan penduduk memperlambat perpindahan penduduk dari sektor pertanian yang rendah produktivitasnya ke sektor pertanian modern dan pekerjaan modern lainnya.
Ketiga, semakin sulit melakukan perubahan yang dibutuhkan untuk meningkatkan perubahan ekonomi dan sosial. Tingginya kelahiran merupakan penyumbang utama bagi pertumbuhan kota yang cepat.
Dan bermekarnya kota-kota membawa masalah-masalah baru dalam menata maupun mempertahankan kesejahteraan warga kota. Kajian Okita dan Kureda (1981) yang berusaha mengupas perubahan demografis (transisi) dan dampaknya terhadap pembangunan, khususnya pertumbuhan ekonomi, menunjukkan bahwa perubahan struktur penduduk usia kerja di Jepang, sebagai akibat pesatnya pertumbuhan penduduk berpengaruh pada perluasan kapasitas produksi per kapita dan mempunyai kontribusi cukup penting pada pertumbuhan ekonomi.
Hanya sedikit bukti yang men unjukkan bahwa perubahan demografis dapat menyebabkan kemiskinan. Tetapi diakui bahwa pertumbuhan penduduk yang pesat dapat berimplikasi negatif pada pertumbuhan ekonomi dan upah serta kemiskinan jika tidak dibarengi oleh program pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar bagi publik.
Dan dari telaahan terhadap beberapa penelitian menjelang tahun 2000, diperoleh kesimpulan bahwa pertumbuhan penduduk mempunyai hubungan kuat-negatif dan signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi. Kedua, penurunan pesat dari fertilitas memberikan kontribusi relevan terhadap penurunan kemiskinan. Penemuan baru ini memberikan kesan yang amat kuat, dibanding sebelumnya, bahwa fertilitas tinggi di negara berkembang selama ini ternyata merupakan salah satu sebab dari kemiskinan yang terus-menerus, baik pada tingkat keluarga ataupun pada tingkat makro.
Berdasarkan temuan serta hasil proyeksi penduduk Indonesia yang memperlihatkan bahwa laju pertumbuhan penduduk yang pada tahun 2005 sebesar 1,29% akan menurun menjadi 1,21 % pada tahun 2010 dan seterusnya konsisten mengalami penurunan hingga 0,82% pada tahun 2025, maka kita berharap secara konsisten pula tingkat kemiskinan di Indonesia akan semakin menurun. Meningkatnya laju pertumbuhan penduduk yang disebabkan oleh menurunnya mortalitas akan memicu pertumbuhan, sedangkan yang disebabkan oleh peningkatan fertilitas akan menekan pertumbuhan ekonomi.
Namun hasil proyeksi yang sama menunjukkan bahwa proporsi penduduk usia kerja (15-64) relatif konstan yaitu 67% pada tahun 2005 berubah sedikit menjadi 68% pada tahun 2025, padahal proporsi penduduk usia kerja yang besar diharapkan menjadi sumber angkatan kerja yang produktif dan berkemampuan menabung tinggi dibanding penduduk muda (di bawah 15 tahun) dan penduduk tua (di atas 65 tahun) atau yang digolongkan bukan usia kerja.
Dengan pertumbuhan angkatan kerja Indonesia yang diperkirakan tetap tinggi (di atas 3%) hingga tahun 2025 maka tentu sangat berpengaruh terhadap tingkat pengangguran. Mengingat penciptaan kesempatan kerja yang tidak mampu mengimbangi laju pertumbuhan angkatan kerja akibat laju pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan agak melambat. Hal ini disebabkan oleh karena sumber-sumber pertumbuhan yang makin terbatas (sumber daya alam) serta kapasitas sumberdaya manusia yang tidak bisa dipacu dalam jangka pendek serta faktor teknologi dan inovasi yang juga terkendala karena Indonesia condong sebagai pengguna daripada pencipta teknologi. Terlebih jika dikaitkan dengan struktur umur penduduk Indonesia yang masih tergolong muda yang juga pada umur-umur muda (15-24) dari data yang ada memperlihatkan tingkat pengangguran yang lebih tinggi (14%) daripada umur di atas 25 tahun (4%).
Untuk mencapai sasaran dalam perencanaan pembangunan yang berdasarkan proyeksi penduduk, maka Indonesia wajib mempertahankan dan bahkan meningkatkan komitmennya pada program keluarga berencana. Melemahnya komitmen terhadap program KB akan berdampak pada lebih tingginya jumlah penduduk dari angka yang telah diperkirakan. Hal ini tentu akan semakin mempererat persoalan sosial, ekonomi dan lingkungan. Demikian pula dengan pembangunan SDM utamanya pendidikan dan kesehatan harus benar-benar menjadi perhatian sejak dini. Meningkatnya persentase penduduk usia produktif di satu sisi merupakan modal untuk melakukan pembangunan namun jika negara tidak mampu menyediakan lapangan kerja dan sarana aktualisasi diri akan berdampak pada kondisi ketidakstabilan.
Mencermati kondisi kependudukan tersebut di atas, diperlukan antisipasi kebijakan dan perencanaan jangka panjang, menengah dan tahunan dari berbagai instansi, agar lebih segmentatif sesuai kebutuhan kondisi masing-masing daerah. ***
Sumber: Sutyastie Soemilto Remi. Implikasi Proyeksi Penduduk Indonesia Tahun 2000-2025 Terhadap Pembangunan Berkelanjucan Bidang Ekon, 2008, dan berbagai sumber lainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar