PSKPM: “Your Common House for Capacity Building”
KLIPING/Selasa, 15 November 2011 21:12 WIB
JAKARTA--MICOM: Tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan
umum secara nasional mengalami penurunan. Angka penurunan semakin
signifikan saat Indonesia memasuki masa demokratisasi.
"Dari pemilu ke pemilu ada kecenderungan terjadi tingkat penurunan
partisipasi masyarakat. Yang menjadi ukuran utama adalah kehadiran di
tempat pemungutan suara," kata Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Abdul
Hafiz Anshary di sela seminar "Peran Stakeholder dalam Rangka
Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Pada Pemilu 2014" di Jakarta, Rabu
(16/11).
Ia menjelaskan, berdasarkan catatat KPU pada masa-masa awal rezim
Orde Baru, tingkat partisipasi masyarakat untuk ikut Pemilu terbilang
tinggi. Hal ini ditandai dengan angka partisipasi yang mencapai 94% pada
Pemilu 1971, 90% pada Pemilu 1977, dan meningkat menjadi 97% pada
Pemilu 1982.
Catatan itu sedikit berubah ketika memasuki masa reformasi. Awalnya
partisipasi publik dalam Pemilu 1999 cukup tinggi yaitu mencapai 93%.
Tapi tren penurunan kembali terjadi di pemilu-pemilu selanjutnya.
"Pemilu 2004 menurun menjadi 84% dan menurun menjadi 71% pada Pemilu
2009," Ungkapnya. (OL-8)
JAKARTA--MICOM: TNI menegaskan
tidak ingin menggunakan hak pilihnya dalam pemilu 2014 mendatang karena
dikhawatirkan akan memicu konflik dan perpecahan di internal TNI.
Pandangan itu dikemukakan Kepala Bagian Pembinaan Hukum (Kababinkum)
Mabes TNI Mayjen S Supriyatna pada Rapat Dengar Pendapat dengan Panitia
Khusus RUU Pemilu di Gedung DPR, Rabu (16/11).
"Seperti pasal 39 UU 34 tahun 2004 tentang TNI yang menegaskan
prajurit dilarang terlibat dalam kegiatan politik praktis, menjadi
anggota parpol, kegiatan bisnis dan kegiatan untuk dipilih menjadi
anggota legislative dalam pemilu dan jabatan politis lainnya," papar
Supriyatna.
Disamping itu, lanjut dia, secara internal pun Panglima TNI
mengeluarkan instruksi nomor 1/VII/2008 pada 28 Agustus 2008, yang
menegaskan bahwa prajurit TNI tidak menggunakan hak memilih dalam pemilu
maupun pemilukada. “Agar status TNI tetap netral dalam politik.
Menjaga netralitas ini penting, karena TNI menjadi aset bangsa untuk
menjaga stabilitas dan kedaulatan negara. Ia khawatir, jika prajurit
TNI diberi hak memilih dalam pemilu ataupun pemilukada, dapat memicu
konflik dan perpecahan dalam tubuh TNI.
"Dengan begitu netralitas dan independensi TNI akan hilang. BAhkan
memungkinkan terjebak dalam konflik kepentingan diantara politisi. Tapi
TNI adalah bagian dari subsistem negara yang juga tunduk pada keputusan
dan kebijakan politik negara," tukasnya. (Wta/OL-04)
JAKARTA--MICOM: Sidang uji
materi Pasal 68 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dan Pasal 48
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik kembali digelar.
Saksi ahli dari hukum tata negara, Irman Putra Sidin, yang dihadirkan
dalam sidang ini, mendukung hak rakyat mengajukan pembubaran parpol.
Dalam keterangannya, Irman mengatakan bila aturan pembubaran
parpol yang diatur dalam Pasal 68 ayat (1) berdampak pada hilangnya hak
warga negara untuk mengajukan pembubaran partai ke MK. Dia juga
berpendapat parpol akan berada di bawah kekuasaan pemerintah bila hanya
lembaga eksekutif itu saja yang berhak mengajukan pembubaran partai ke
MK.
"Pengujian ini bertujuan untuk menempatkan parpol ke dalam
postulatnya, menjunjung demokrasi, dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat, seperti dijamin dalam konstitusi," kata Irman, Selasa (15/11).
Saat ini, lanjut dia, partai tidak hanya merupakan bagian dari
demokrasi saja, tapi juga konstitusi. Selain itu, partai politik juga
dianggapnya sebagai roh pemegang kekuasaan negara.
Atas pandangan itu, Irman berpendapat, jika hanya pemerintah
yang berhak membubarkan parpol, itu melanggar prinsip kedaulatan rakyat
dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945.
"Hak pembubaran Parpol yang hanya dimiliki dapat berdampat pada
hilangnya hak rakyat mengajukan pembubaran parpol tertentu. Ini
inkonstitusional,” ujarnya.
Kamis, 17 November 2011
Kamis, 10 November 2011
PSKPM: “Your Common House for Capacity Building”
Periode kedua berkuasanya rezim SBY, telah mensirnakan expectasi publik soal terwujudnya negara kesejhateraan. dengan dukungan politik hampir mencapai 80%, pemerintahan SBY BUdiono, justru mendapatan banyak sekali label kegagalan. entah apa yang ada dalam hati dan pikiran rezim ini, masyarakat seolah dibiaran hidup sendiri dan mencari nafkah sendiri, dan negara hanya sibuk melayani dirinya sendiri. REzim kedua pemerintah SBY justru semakin menguatnya peran para koruptor dan para pemburu rente, penegakan hukum mengalami mati suri.
maka pertanyaan selanjutnya adalah, apa yang diwarisi oleh SBY untuk negeri ini?
Periode kedua berkuasanya rezim SBY, telah mensirnakan expectasi publik soal terwujudnya negara kesejhateraan. dengan dukungan politik hampir mencapai 80%, pemerintahan SBY BUdiono, justru mendapatan banyak sekali label kegagalan. entah apa yang ada dalam hati dan pikiran rezim ini, masyarakat seolah dibiaran hidup sendiri dan mencari nafkah sendiri, dan negara hanya sibuk melayani dirinya sendiri. REzim kedua pemerintah SBY justru semakin menguatnya peran para koruptor dan para pemburu rente, penegakan hukum mengalami mati suri.
maka pertanyaan selanjutnya adalah, apa yang diwarisi oleh SBY untuk negeri ini?
Rabu, 09 November 2011
PSKPM: “Your Common House for Capacity Building”
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PEMAKAIAN NAMA PERSEROAN TERBATAS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (4) dan Pasal 16 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pengajuan dan Pemakaian Nama Perseroan Terbatas; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PEMAKAIAN NAMA PERSEROAN TERBATAS. BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas serta peraturan pelaksanaannya. 2. Nama Perseroan adalah nama yang digunakan sebagai identitas suatu Perseroan untuk membedakan dengan Perseroan yang lain. 3. Pemohon adalah pendiri bersama-sama, direksi Perseroan yang telah memperoleh status badan hukum, atau kuasanya. 4. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia. Pasal 2 (1) Setiap Perseroan harus memiliki Nama Perseroan. (2) Nama Perseroan hanya dapat dipakai setelah memperoleh persetujuan Menteri. (3) Nama Perseroan yang telah memperoleh persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimuat dalam anggaran dasar Perseroan.
BAB II TATA CARA PENGAJUAN NAMA PERSEROAN Pasal 3 (1) Pengajuan Nama Perseroan harus disampaikan oleh Pemohon kepada Menteri sebelum Perseroan didirikan atau sebelum perubahan anggaran dasar mengenai Nama Perseroan dilakukan. (2) Nama Perseroan yang diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disertai dengan singkatan Nama Perseroan. (3) Pengajuan Nama Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik. (4) Bagi daerah tertentu yang belum ada jaringan elektronik atau jaringan elektronik tidak dapat digunakan, pengajuan Nama Perseroan dapat disampaikan secara tertulis melalui surat tercatat. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengajuan Nama Perseroan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan pengajuan nama Perseroan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 4 (1) Penggunaan jasa teknologi informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dilakukan dengan mengisi format pengajuan Nama Perseroan. (2) Format pengajuan Nama Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Nama Perseroan yang akan dipakai untuk mendirikan Perseroan atau Nama Perseroan yang akan dipakai untuk menggantikan Nama Perseroan sebelumnya. Pasal 5 (1) Nama Perseroan yang diajukan harus memenuhi persyaratan: a. ditulis dengan huruf latin; b. belum dipakai secara sah oleh Perseroan lain atau tidak sama pada pokoknya dengan Nama Perseroan lain; c. tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan; d. tidak sama atau tidak mirip dengan nama lembaga negara, lembaga pemerintah, atau lembaga internasional, kecuali mendapat izin dari lembaga yang bersangkutan; e. tidak terdiri atas angka atau rangkaian angka, huruf atau rangkaian huruf yang tidak membentuk kata; f. tidak mempunyai arti sebagai Perseroan, badan hukum, atau persekutuan perdata; g. tidak hanya menggunakan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha sebagai Nama Perseroan; dan h. sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan, dalam hal maksud dan tujuan serta kegiatan usaha akan digunakan sebagai bagian dari Nama Perseroan. (2) Dalam hal Nama Perseroan yang diajukan disertai dengan singkatan, penggunaan singkatan harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kecuali huruf e. (3) Singkatan Nama Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa: a. singkatan yang terdiri atas huruf depan Nama Perseroan; atau b. singkatan yang merupakan akronim dari Nama Perseroan. Pasal 6 (1) Menteri dapat memberikan persetujuan atau penolakan atas pengajuan Nama Perseroan yang disampaikan oleh Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1). (2) Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik kepada Pemohon dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal pengajuan diterima secara lengkap. (3) Dalam hal Menteri menolak pengajuan Nama Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penolakan harus disampaikan secara elektronik kepada Pemohon dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal pengajuan diterima disertai dengan alasan penolakan. Pasal 7 (1) Nama Perseroan yang telah mendapat persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) wajib dinyatakan dalam: a. Akta pendirian yang memuat anggaran dasar Perseroan; atau b. Akta perubahan anggaran dasar Perseroan. (2) Nama Perseroan wajib dinyatakan dalam akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan Menteri atas pengajuan Nama Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2). (3) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sudah terlampaui, persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) batal karena hukum. BAB III TATA CARA PEMAKAIAN NAMA PERSEROAN Pasal 8 (1) Pemakaian Nama Perseroan harus didahului dengan frase Perseroan Terbatas atau disingkat PT (2) Bagi Perseroan Terbuka selain berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pada akhir nama Perseroan ditambah singkatan Tbk (3) Bagi Perseroan Persero selain berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah penulisan kata �Persero�. Pasal 9 (1) Singkatan �Tbk� sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) hanya dapat dipakai dalam surat menyurat terhitung sejak tanggal: a. efektifnya Pernyataan Pendaftaran yang diajukan kepada lembaga pengawas di bidang pasar modal bagi Perseroan Publik; atau b. dilaksanakannya Penawaran Umum bagi Perseroan yang mengajukan Pernyataan Pendaftaran kepada lembaga pengawas di bidang pasar modal untuk melakukan Penawaran Umum saham sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang pasar modal. (2) Dalam hal Pernyataan Pendaftaran Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak menjadi efektif atau Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak melaksanakan Penawaran Umum saham, Perseroan mengubah kembali anggaran dasarnya dan menghapus singkatan �Tbk� pada Nama Perseroan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah tanggal persetujuan Menteri. Pasal 10 Perseroan Terbuka yang tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Perseroan Terbuka sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal: a. dalam melakukan surat menyurat dilarang mencantumkan singkatan �Tbk� pada akhir Nama Perseroan, terhitung sejak tanggal diterbitkannya surat pernyataan dari lembaga pengawas di bidang pasar modal tentang tidak dipenuhinya kriteria Perseroan Terbuka;dan b. wajib melakukan perubahan anggaran dasar dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal diterbitkannya surat pernyataan dari lembaga pengawas di bidang pasar modal tentang tidak dipenuhinya kriteria Perseroan Terbuka. Pasal 11 Perseroan yang seluruh sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia wajib memakai Nama Perseroan dalam bahasa Indonesia. BAB IV KETENTUAN PENUTUP Pasal 12 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1998 tentang Pemakaian Nama Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3740), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 13 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 Oktober 2011
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 4 Oktober 2011 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PATRIALIS AKBAR LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 96 Salinan sesuai dengan aslinya KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI Asisten Deputi Perundang-undangan Bidang Perekonomian, SETIO SAPTO NUGROHO PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PEMAKAIAN NAMA PERSEROAN TERBATAS I. UMUM Penggantian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas membawa konsekuensi yuridis terhadap beberapa peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 untuk disesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Salah satu peraturan pelaksanaan yang perlu disesuaikan tersebut adalah Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1998 tentang Pemakaian Nama Perseroan Terbatas. Pasal 9 ayat (4) dan Pasal 16 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengamanatkan bahwa tata cara pengajuan dan pemakaian Nama Perseroan Terbatas diatur dengan Peraturan Pemerintah. Hal ini dimaksudkan agar terdapat keselarasan dan keharmonisan antara peraturan perundang-undangan di bidang Perseroan. Optimalisasi kinerja dalam percepatan pelayanan pengesahan pengajuan dan pemakaian nama Perseroan menjadi substansi yang paling mendasar dalam pengaturan Peraturan Pemerintah ini, selaras dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Peraturan Pemerintah ini mengatur bahwa tata cara pengajuan dan pemakaian Nama Perseroan dilakukan dengan memanfaatkan jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik. Selain itu diatur pula dalam keadaan tertentu pengajuan dan pemakaian Nama Perseroan dapat dilakukan secara tertulis melalui surat tercatat. Keadaan tertentu adalah keadaan dimana suatu daerah belum mempunyai jaringan elektronik atau jaringan elektronik yang ada tidak berfungsi sehingga tidak dapat digunakan. Pengaturan kembali mengenai pemakaian Nama Perseroan dalam Peraturan Pemerintah ini selain karena alasan sebagaimana dimaksud di atas, pengaturan ketentuan ini sejatinya juga dimaksudkan untuk memberi perlindungan hukum kepada pemakai Nama Perseroan yang beritikad baik yang sudah memakai nama tersebut sebagai Nama Perseroan secara resmi dengan mencantumkan dalam akta pendirian atau akta perubahan anggaran dasar Perseroan yang telah disahkan atau disetujui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia atau kepada pihak yang telah lebih dahulu menyampaikan pengajuan Nama Perseroan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan �surat tercatat� adalah surat yang dialamatkan kepada penerima dan dapat dibuktikan dengan tanda terima dari penerima yang ditandatangani dengan menyebutkan tanggal penerimaan. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan �sama pada pokoknya dengan Nama Perseroan lain� adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara Nama Perseroan yang satu dan Nama Perseroan yang lain yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan mengenai cara penulisan atau persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam Nama Perseroan,walaupun pemiliknya sama. Misalnya PT BHAYANGKARA dengan PT BAYANGKARA, PT SAMPURNA dengan PT SAMPOERNA, PT BUMI PERTIWI dengan PT BUMI PRATIWI, PT HIGH-DESERT dengan PT HIGH DESERT, PT JAYA DAN MAKMUR dengan PT DJAJA & MAKMUR. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Terdiri atas angka atau rangkaian angka dalam ketentuan ini misalnya : PT3, PT 99, PT 007. Terdiri atas huruf atau rangkaian huruf yang tidak membentuk kata dalam ketentuan ini misalnya: PT. S, PT. A, PT. ABC. Huruf f Mempunyai arti sebagai Perseroan, badan hukum, atau persekutuan perdata dalam ketentuan ini misalnya: Ltd, Gmbh, SDN, Sdn, Bhd, PTE, Co., & Co., Inc., NV, atau BV, Usaha Dagang (UD), Koperasi Usaha Dagang (KUD), Incoporated, Associate, Association, SA, SARL, AG. Huruf g Hanya menggunakan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha sebagai Nama Perseroan dalam ketentuan ini misalnya �PT Pemborongan dan Pengangkutan� Huruf h Sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan dalam ketentuan ini misalnya PT Pelayaran Andalan yang maksud dan tujuan serta kegiatannya harus di bidang pelayaran, PT. Abdul Konstruksi yang maksud dan tujuan serta kegiatannya harus di bidang konstruksi. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Singkatan dari huruf depan Nama Perseroan dalam ketentuan ini misalnya: PT Kustodian Sentral Efek Indonesia disingkat PT KSEI, PT Kereta Api Indonesia disingkat PT KAI. Huruf b Yang dimaksud dengan �akronim� adalah kependekan yang berupa gabungan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai kata yang wajar. Misalnya PT SAHABAT FINANSIAL SEJAHTERA disingkat dengan PT SAFIRA, PT TABUNGAN ASURANSI PEGAWAI NEGERI disingkat dengan PT TASPEN, PT ASURANSI KESEHATAN disingkat dengan PT ASKES, PT PELABUHAN INDONESIA disingkat dengan PT PELINDO. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan �Perseroan Terbuka� adalah Perseroan Publik atau Perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 9 . . . Pasal 9 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan �persetujuan Menteri� adalah persetujuan Menteri atas perubahan seluruh ketentuan anggaran dasar mengenai status Perseroan yang tertutup menjadi Perseroan Terbuka. Pasal 10 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan �melakukan perubahan anggaran dasar� adalah berkenaan dengan perubahan kembali nama perseroan sehingga tidak memakai kata Tbk di belakang nama perseroan dan mengubah ketentuan dalam anggaran dasar yang terkait dengan status perseroan sebagai perseroan terbuka. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas.
Selasa, 27 September 2011
PSKPM: “Your Common House for Capacity Building”
PILKADA YOGYAKARTA
"HATI" Sementara Unggul
dengan Hitungan KPU
(KLIPING/Senin, 26 September 2011)
YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Mulai pukul 17.00 nanti
calon terkuat pemenang pemilihan pemilihan kepala daerah Kota
Yogyakarta, bisa dilihat dari hasil rekapitulasi sementara di Kantor
Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kota Yogyakarta, Jalan Magelang,
Yogyakarta.
Sementara itu, hasil perhitungan suara manual di tingkat kecamatan baru akan dimulai Senin (26/9/2011) dan Selasa (27/9/2011) besok, sebelum akhirnya dihitung final di KPUD Kota Yogyakarta, Kamis (29/9/2011) mendatang.
"Pukul 17.00 nanti hasil penghitungan suara sementara bisa dilihat. Sekarang proses penghitungan di 838 tempat pemungutan suara masih berlangsung," kata Ketua KPUD Kota Yogyakarta Nasrullah, Minggu (25/9/2011) di Yogyakarta.
Dalam Pilkada Kota Yogyakarta kali ini, tiga pasang calon wali kota dan wakil wali kota bertarung. Ketiga pasangan ini memperebutkan sebanyak 322.840 suara.
Pasangan nomor urut 1 adalah kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Zuhrif Hudaya bersama wakilnya, Aulia Reza Bastian. Bakal calon wali kota yang telah ditinggal Gerindra ini diusung PKS, Partai Hati Nurani Rakyat, Partai Kasih Demokrasi Indonesia, Partai Karya Peduli Bangsa, dan Partai Republikan Nusantara.
Pasangan nomor urut 2 adalah putra mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Amien Rais, Hanafi Rais dan Tri Harjun Ismaji,mantan Sekretaris Daerah Provinsi DIY. Hanafi dan Tri Harjun diusung empat partai besar dan sembilan partai yang tergabung dalam Koalisi Mataram.
Keempat partai pengusung Hanafi-Tri Harjun adalah Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Amanat Nasional, dan Partai Gerakan Indonesia Raya.
Adapun sembilan partai yang tergabung dalam Koalisi Mataram adalah Partai Bulan Bintang, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Damai Sejahtera, Partai Demokrasi Kebangsaan, Partai Pekerja dan Pengusaha Indonesia, Partai Peduli Rakyat Nasional, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, Partai Demokrasi Pembaruan, dan Partai Kebangkitan Nasional Ulama.
Pasangan nomor urut 3 adalah, Wakil Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti, yang berpasangan dengan Imam Priyono. Pasangan ini didukung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Golkar.
Yogyakarta, CyberNews. Pasangan nomor urut 3, Haryadi Suyuti-Imam Priyono (Hati) tetap memimpin perolehan suara Pilkada Kota Yogyakarta 2011 dalam penghitungan yang dilakukan KPU Kota Yogyakarta.
Dalam penghitungan yang diselesaikan Minggu (25/9) pukul 21.00 tersebut Hati memperoleh 67.793 suara atau 49,94 %.
Sementara pasangan nomor urut 2, Ahmad Hanafi Rais-Tri Harjun (Fitri) memperoleh 56.937 suara atau 41,18%, dan pasangan nomor urut 2 Zuhrif Hudaya-Aulia Reza (Zulia) memperoleh 13.518 atau 9,78%.
“Kami tidak tahu apakah ini disebut quick count atau real count. Yang jelas kami memasukkan data-data yang dikirimkan dari KPPS. Sampling diambil 70% dari keseluruhan TPS yang ada. Jadi ini adalah data dari 588 TPS dari jumlah keseluruhan 838 TPS,” ujar Divisi Sosialisasi dan Humas KPU Kota Yogyakarta, Titok Hariyanto.
Titok menambahkan penghitungan ini bertujuan untuk menjawab rasa ingin tahu masyarakat terkait perolehan suara. Meski begitu melalui hasil ini, sudah bisa memberikan gambaran pada masyarakat Yogyakarta terkait kandidat kuat calon terpilih.
“Hasil ini cukup bisa memberikan gambaran pada masyarakat calon kuat yang akan terpilih, karena umumnya hasil rekapitulasi manual nanti tidak akan berubah banyak,” ujarnya.
Hasil penghitungan suara dari KPU Kota Yogyakarta tersebut berbeda tipis dengan hasil hitung cepat yang dilakukan oleh salah satu lembaga survei yaitu Jaringan Suara Indonesia (JSI).
Berdasarkan JSI pasangan Zulia memperoleh 9,65 persen suara, pasangan nomor Fitri memperoleh 41,97 persen suara dan pasangan Hati memperoleh 48,38 persen. Setelah ini KPU akan melakukan tahap rekapitulasi manual dari tingkat PPK dari tanggal 26-28 Oktober.
“Setelah itu tanggal 29 September-1 Oktober baru KPU akan merekapitulasi juga. Hasil inilah yang nanti akan dibawa ke pleno untuk menetapkan calon terpilih,” terang Titok.
PILKADA YOGYAKARTA
"HATI" Sementara Unggul
dengan Hitungan KPU
(KLIPING/Senin, 26 September 2011)
YOGYAKARTA (Suara Karya): Pasangan nomor urut tiga Haryadi Suyuti-Imam
Priyono atau Hati untuk sementara unggul dalam Pemilihan Kepala Daerah
Kota Yogyakarta 2011 berdasarkan "real count" dari Komisi Pemilihan Umum
Kota Yogyakarta.
Berdasarkan penghitungan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Yogyakarta,
Minggu (25/9), diketahui pasangan nomor satu Zuhrif Hudaya-Aulia Reza
memperoleh 12.282 suara atau 9,44 persen, pasangan nomor dua Hanafi
Rais-Tri Harjun Ismaji memperoleh 52.724 suara atau 40,54 persen, dan
pasangan nomor tiga Haryadi Suyuti-Imam Priyono memperoleh 65.054 suara
atau 50,02 persen. Penghitungan suara oleh KPU Kota Yogyakarta tersebut didasarkan pada
data yang masuk sebesar 66 persen. Dari data tersebut, pasangan nomor
tiga unggul di 12 kecamatan, sedang pasangan nomor dua unggul di dua
kecamatan, dan pasangan nomor satu tidak memiliki keunggulan di satu
kecamatan pun. Sebanyak 12 kecamatan tersebut adalah Mantrijeron, Kraton, Mergangsan,
Pakualaman, Gondomanan, Ngampilan, Wirobrajan, Gedongtengen, Jetis,
Tegalrejo, Gondokusuman, dan Danurejan, sedang pasangan nomor dua unggul
di Kecamatan Umbulharjo dan Kotagede. Hasil penghitungan suara dari KPU Kota Yogyakarta tersebut tidak jauh
berbeda dengan hasil hitung cepat yang dilakukan oleh salah satu lembaga
survei yaitu Jaringan Suara Indonesia (JSI). Berdasarkan hasil hitung cepat JSI, pasangan nomor satu memperoleh 9,65
persen suara, pasangan nomor dua memperoleh 41,97 persen suara dan
pasangan nomor tiga memperoleh 48,38 persen suara dengan simpangan
kesalahan sekitar satu persen. Sementara itu, Istri dari Sultan HB X yang juga anggota DPD GKR Hemas
saat berkunjung ke Posko Hati mengatakan, masyarakat Yogyakarta tetap
melihat kekuatan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Puro Pakualaman. "Sebelumnya, saya juga sudah mengira pasangan ini akan menang. Kekuatan
rakyat Yogyakarta tidak akan bisa berubah karena ada keyakinan terhadap
Keraton dan Pakualaman," katanya. GBPH Prabukusumo yang juga hadir di Posko Hati mengatakan, pelaksanaan
Pemilihan Kepala Daerah Kota Yogyakarta 25 September 2011 berbeda dengan
pilkada sebelumnya karena bertepatan dengan molornya pembahasan
Rancangan Undang-Undang Keistimewaan DIY. "Keunggulan pasangan ini
merupakan bentuk kemenangan rakyat Yogyakarta. Ini merupakan wujud bahwa
Yogyakarta memiliki nurani," katanya. Sementara itu, meskipun KPU Kota Yogyakarta belum mengeluarkan
keputusan resmi terkait penghitungan suara, namun tim dari pasangan
Zuhrif-Reza juga memperkirakan Hati akan memperoleh suara terbanyak.
"Berdasar penghitungan yang kami lakukan, pasangan nomor tiga unggul,"
kata Ketua Tim Sukses Zuhrif-Reza Ardianto. Oleh karenanya, Ardianto mengucapkan selamat kepada pemenang dan
berharap pemerintahan periode mendatang dapat mewujudkan kesejahteraan
warga Yogyakarta. Zuhrif Hudaya-Aulia Reza tetap merasa ikhlas dengan kemenangan pasangan
nomor tiga. "Selamat kepada Mas Haryadi, semoga amanah dalam memimpin
kota Yogya," kata Zuhrif.
Meskipun tidak memenangi pemilihan kepala daerah, Zuhrif mengatakan,
akan tetap melanjutkan program "Mbangun Kampung" yang digagasnya.
Sementara itu, Wali Kota Yogyakarta Herry Zudianto mengatakan,
masyarakat telah menentukan pilihannya untuk kepala pelayan masyarakat
yang baru. (Ant)
Sementara itu, hasil perhitungan suara manual di tingkat kecamatan baru akan dimulai Senin (26/9/2011) dan Selasa (27/9/2011) besok, sebelum akhirnya dihitung final di KPUD Kota Yogyakarta, Kamis (29/9/2011) mendatang.
"Pukul 17.00 nanti hasil penghitungan suara sementara bisa dilihat. Sekarang proses penghitungan di 838 tempat pemungutan suara masih berlangsung," kata Ketua KPUD Kota Yogyakarta Nasrullah, Minggu (25/9/2011) di Yogyakarta.
Dalam Pilkada Kota Yogyakarta kali ini, tiga pasang calon wali kota dan wakil wali kota bertarung. Ketiga pasangan ini memperebutkan sebanyak 322.840 suara.
Pasangan nomor urut 1 adalah kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Zuhrif Hudaya bersama wakilnya, Aulia Reza Bastian. Bakal calon wali kota yang telah ditinggal Gerindra ini diusung PKS, Partai Hati Nurani Rakyat, Partai Kasih Demokrasi Indonesia, Partai Karya Peduli Bangsa, dan Partai Republikan Nusantara.
Pasangan nomor urut 2 adalah putra mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Amien Rais, Hanafi Rais dan Tri Harjun Ismaji,mantan Sekretaris Daerah Provinsi DIY. Hanafi dan Tri Harjun diusung empat partai besar dan sembilan partai yang tergabung dalam Koalisi Mataram.
Keempat partai pengusung Hanafi-Tri Harjun adalah Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Amanat Nasional, dan Partai Gerakan Indonesia Raya.
Adapun sembilan partai yang tergabung dalam Koalisi Mataram adalah Partai Bulan Bintang, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Damai Sejahtera, Partai Demokrasi Kebangsaan, Partai Pekerja dan Pengusaha Indonesia, Partai Peduli Rakyat Nasional, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, Partai Demokrasi Pembaruan, dan Partai Kebangkitan Nasional Ulama.
Pasangan nomor urut 3 adalah, Wakil Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti, yang berpasangan dengan Imam Priyono. Pasangan ini didukung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Golkar.
Yogyakarta, CyberNews. Pasangan nomor urut 3, Haryadi Suyuti-Imam Priyono (Hati) tetap memimpin perolehan suara Pilkada Kota Yogyakarta 2011 dalam penghitungan yang dilakukan KPU Kota Yogyakarta.
Dalam penghitungan yang diselesaikan Minggu (25/9) pukul 21.00 tersebut Hati memperoleh 67.793 suara atau 49,94 %.
Sementara pasangan nomor urut 2, Ahmad Hanafi Rais-Tri Harjun (Fitri) memperoleh 56.937 suara atau 41,18%, dan pasangan nomor urut 2 Zuhrif Hudaya-Aulia Reza (Zulia) memperoleh 13.518 atau 9,78%.
“Kami tidak tahu apakah ini disebut quick count atau real count. Yang jelas kami memasukkan data-data yang dikirimkan dari KPPS. Sampling diambil 70% dari keseluruhan TPS yang ada. Jadi ini adalah data dari 588 TPS dari jumlah keseluruhan 838 TPS,” ujar Divisi Sosialisasi dan Humas KPU Kota Yogyakarta, Titok Hariyanto.
Titok menambahkan penghitungan ini bertujuan untuk menjawab rasa ingin tahu masyarakat terkait perolehan suara. Meski begitu melalui hasil ini, sudah bisa memberikan gambaran pada masyarakat Yogyakarta terkait kandidat kuat calon terpilih.
“Hasil ini cukup bisa memberikan gambaran pada masyarakat calon kuat yang akan terpilih, karena umumnya hasil rekapitulasi manual nanti tidak akan berubah banyak,” ujarnya.
Hasil penghitungan suara dari KPU Kota Yogyakarta tersebut berbeda tipis dengan hasil hitung cepat yang dilakukan oleh salah satu lembaga survei yaitu Jaringan Suara Indonesia (JSI).
Berdasarkan JSI pasangan Zulia memperoleh 9,65 persen suara, pasangan nomor Fitri memperoleh 41,97 persen suara dan pasangan Hati memperoleh 48,38 persen. Setelah ini KPU akan melakukan tahap rekapitulasi manual dari tingkat PPK dari tanggal 26-28 Oktober.
“Setelah itu tanggal 29 September-1 Oktober baru KPU akan merekapitulasi juga. Hasil inilah yang nanti akan dibawa ke pleno untuk menetapkan calon terpilih,” terang Titok.
PDIP Kian Mantap Dukung Penetapan |
27/09/2011 08:43:24 YOGYA (KR) - Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI Perjuangan Kota Yogyakarta merasa lega setelah dipastikan pasangan Haryadi Suyuti-Imam Priyono (Hati) memenangi Pemilukada Kota Yogyakarta 2011. Kemenangan tersebut menjadi penebus dari kemenangan yang tertunda dari dua pemilukada sebelumnya yaitu 2001 dan 2006 dimana paslon yang dipasang DPC PDI Perjuangan Kota Yogya selalu kalah. Hal tersebut dikemukakan Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Yogyakarta Sudjanarko kepada wartawan di Kantor DPC PDIP Kota Yogya, Senin (26/9). Sudjanarko didampingi Ketua Desk Pilkada DPD PDI Perjuangan DIY Eko Suwanto, Ketua dan Sekretaris Desk Pilkada DPC PDIP Kota Yogya Sutaryo dan Danang Rudiyatmoko. Hasil rekapitulasi akhir yang dilakukan DPC PDI Perjuangan di seluruh TPS menunjukkan hasil akhir 96.595 suara atau 48,59 persen, pasangan nomor urut 2 mendapatkan 41,68 persen atau sejumlah 82.852 suara dan pasangan nomor 1 mendapatkan 9,74 persen suara atau 19.358. “Jadi kalau dari hasil sementara quick count kami kalah di dua kecamatan, hasil real count yang kami lakukan kalah di tiga kecamatan yaitu Kotagede, Umbulharjo dan Ngampilan,” kata Sutaryo. Eko Suwanto mengungkapkan ucapan terimakasih secara spesial juga diberikan kepada keluarga besar Kraton Yogyakarta dan Pura Pakualaman. Kemenangan Hati semakin meneguhkan perjuangan untuk penetapan. PDIP juga berkomitmen untuk mengawal pengelolaan kekuasaan pasca terpilihnya Hati. (Apw)-a |
Hindari kecurangan tim paslon kawal rekapitulasi suara
Tribun Jateng - Senin, 26 September 2011 13:14 WIB
Laporan Wartawan Tribun Jogya/ Rina Eviana
TRIBUNJATENG.COM YOGYA,– Proses rekapitulasi hasil pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Yogyakarta masih akan dilakukan secara berjenang dari Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) hingga Komisi Pemilihan Umum (KPU). Menghindari peluang kecurangan rekap suara tim ketiga pasangan calon melakukan pengawalan selama proses rekap hasil perhitungan suara selesai.
Ardianto, selaku Ketua Tim Sukses pasangan nomor urut 1, Zuhrif Hudaya-Aulia Reza Bastian mengatakan, meskipun perolehan pasangan 1 cukup jauh dibawah perolehan pasangan lain, namun akan tetap melakukan pengawalan hingga proses akhir rekap suara. Tim pasangan Zuhrif-Reza menerjunkan saksi-saksi di tempat pemungutan suara (TPS), di tingkat PPK hingga kota. “Sekalipun jumlah perolehan suara pasangan calon kami cukup jauh tapi komitmen kami akan mengawal proses perhitungan suara sampai selesai sehingga rekapitulasi suara berjalan bersih hingga akhir,” jelas Ardianto, Senin (26/8/2011).
Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menuturkan belum menemukan adanya kecurangan maupun hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecurangan selama proses perhitungan suara berjalan. “Secara detail kami belum mendapatkan hasil dari saksi. Nanti menunggu rekap berita acara di tiap PPK,” ujarnya.
Ardianto mengutarakan jika nantinya dari seluruh berita acara ditemukan problem yang sama akan menjadi pencermatan dan pendalaaman. “Kalau hanya ditemukan kejadian sedikit itu kan tidak bisa jadi generalisasi kecurangan sistemik. Kalau ada kejadian serupa dan banyak itu akan jadi pencermatan,” tegasnya.
Tim pasangan nomor urut 2, Ahmad Hanafi Rais-Tri Harjun Ismaji (FITRI) juga melakukan pengawalan selama proses rekapitulasi suara. Heroe Purwadi, Ketua Tim Sukses FITRI mengatakan, kemarin malam usai penghitungan suara, timnya melakukan briefing untuk saksi-saksi di PPK. “Saksi ini yang akan mengawal proses rekapitulasi suara,” kata Heroe.
Terlebih, katanya, perolehan suara antara pasangan calon nomor 2 dan 3 tidak terlampau jauh. “Kemarin baru kite cermati secara kualitatif. Tapi secara kuantitatif belum detail,” ujarnya.
Heroe juga mengatakan timnya masih melakukan pencermatan terhadap suara syah yang ada. Sebab dari hasil evaluasi yang dilakukan timnya, hasil survey real count dari berbagai sumber terdapat suara syah yang berbeda. “Kita terjunkan saksi karena kami cermati ada jumlah suara syah yang beda antara 9000 hingga 10.000 suara,” katanya.
Sujanarko, Tim Sukses pasangan nomor 3 Haryadi Suyuti-Imam Priyono mengatakan pengurus structural partai mendampingi masing-masing saksi di PPK selama proses rekap dilakukan. Selain itu satgas-satgas juga turut membantu mengawal rekap suara hingga selesai. “Ini supaya tidak ada celah potensi-potensi kecurangan saat proses rekapitulasi suara dilakukan,” jelas Koko.
Proses pemungutan suara di Pilkada Yogyakarta Minggu (25/9) kemarin telah dilaksanakan. Hasil rekapitulasi sementara di Komisi pemilihan Umum (KPU) Yogyakarta Minggu (25/9) malam pasangan calon wali kota dan wakil wali kota nomor urut 3, Haryadi Suyuti-Imam Priyono (HATI) sementara masih mengungguli dua rival lainnya. Keduanya mendapat perolehan suara sebanyak 67.793 suara atau 49,04 persen dari 70 persen tempat pemungutan suara (TPS) di 14 kecamatan.
Diurutan nomor dua diduduki pasangan nomor urut 2, Ahmad Hanafi Rais-Tri Harjun Ismaji (FITRI) mendapat perolehan suara sebanyak 56.937 suara atau 41,18 persen. Sedang Zuhrif Hudaya-Aulia Reza Bastian pemilik nomor urut 1 berada diurutan ketiga dengan perolehan suara sementara 13.518 suara atau 9,87 persen. Pasangan HATI rata-rata unggul di 12 kecamatan. Sementara FITRI mengungguli HATI di Kecamatan Umbulharjo dan Kecamatan Kotagede.
TRIBUNJATENG.COM YOGYA,– Proses rekapitulasi hasil pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Yogyakarta masih akan dilakukan secara berjenang dari Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) hingga Komisi Pemilihan Umum (KPU). Menghindari peluang kecurangan rekap suara tim ketiga pasangan calon melakukan pengawalan selama proses rekap hasil perhitungan suara selesai.
Ardianto, selaku Ketua Tim Sukses pasangan nomor urut 1, Zuhrif Hudaya-Aulia Reza Bastian mengatakan, meskipun perolehan pasangan 1 cukup jauh dibawah perolehan pasangan lain, namun akan tetap melakukan pengawalan hingga proses akhir rekap suara. Tim pasangan Zuhrif-Reza menerjunkan saksi-saksi di tempat pemungutan suara (TPS), di tingkat PPK hingga kota. “Sekalipun jumlah perolehan suara pasangan calon kami cukup jauh tapi komitmen kami akan mengawal proses perhitungan suara sampai selesai sehingga rekapitulasi suara berjalan bersih hingga akhir,” jelas Ardianto, Senin (26/8/2011).
Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menuturkan belum menemukan adanya kecurangan maupun hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecurangan selama proses perhitungan suara berjalan. “Secara detail kami belum mendapatkan hasil dari saksi. Nanti menunggu rekap berita acara di tiap PPK,” ujarnya.
Ardianto mengutarakan jika nantinya dari seluruh berita acara ditemukan problem yang sama akan menjadi pencermatan dan pendalaaman. “Kalau hanya ditemukan kejadian sedikit itu kan tidak bisa jadi generalisasi kecurangan sistemik. Kalau ada kejadian serupa dan banyak itu akan jadi pencermatan,” tegasnya.
Tim pasangan nomor urut 2, Ahmad Hanafi Rais-Tri Harjun Ismaji (FITRI) juga melakukan pengawalan selama proses rekapitulasi suara. Heroe Purwadi, Ketua Tim Sukses FITRI mengatakan, kemarin malam usai penghitungan suara, timnya melakukan briefing untuk saksi-saksi di PPK. “Saksi ini yang akan mengawal proses rekapitulasi suara,” kata Heroe.
Terlebih, katanya, perolehan suara antara pasangan calon nomor 2 dan 3 tidak terlampau jauh. “Kemarin baru kite cermati secara kualitatif. Tapi secara kuantitatif belum detail,” ujarnya.
Heroe juga mengatakan timnya masih melakukan pencermatan terhadap suara syah yang ada. Sebab dari hasil evaluasi yang dilakukan timnya, hasil survey real count dari berbagai sumber terdapat suara syah yang berbeda. “Kita terjunkan saksi karena kami cermati ada jumlah suara syah yang beda antara 9000 hingga 10.000 suara,” katanya.
Sujanarko, Tim Sukses pasangan nomor 3 Haryadi Suyuti-Imam Priyono mengatakan pengurus structural partai mendampingi masing-masing saksi di PPK selama proses rekap dilakukan. Selain itu satgas-satgas juga turut membantu mengawal rekap suara hingga selesai. “Ini supaya tidak ada celah potensi-potensi kecurangan saat proses rekapitulasi suara dilakukan,” jelas Koko.
Proses pemungutan suara di Pilkada Yogyakarta Minggu (25/9) kemarin telah dilaksanakan. Hasil rekapitulasi sementara di Komisi pemilihan Umum (KPU) Yogyakarta Minggu (25/9) malam pasangan calon wali kota dan wakil wali kota nomor urut 3, Haryadi Suyuti-Imam Priyono (HATI) sementara masih mengungguli dua rival lainnya. Keduanya mendapat perolehan suara sebanyak 67.793 suara atau 49,04 persen dari 70 persen tempat pemungutan suara (TPS) di 14 kecamatan.
Diurutan nomor dua diduduki pasangan nomor urut 2, Ahmad Hanafi Rais-Tri Harjun Ismaji (FITRI) mendapat perolehan suara sebanyak 56.937 suara atau 41,18 persen. Sedang Zuhrif Hudaya-Aulia Reza Bastian pemilik nomor urut 1 berada diurutan ketiga dengan perolehan suara sementara 13.518 suara atau 9,87 persen. Pasangan HATI rata-rata unggul di 12 kecamatan. Sementara FITRI mengungguli HATI di Kecamatan Umbulharjo dan Kecamatan Kotagede.
Editor : budi_pras
Analisis==> Memenangkan Pemilukada Oleh : Drs Suranto |
26/09/2011 11:11:29 Pesta demokrasi lokal dalam bentuk Pemilu Kepala Daerah di Kota Yogyakarta bakal digelar Minggu 25 September 2011 ini. Tiga pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah pun, telah ditetapkan sebagai peserta yang diusung oleh koalisi partai-partai baik yang memiliki kursi di DPRD maupun yang tidak. Maka suasana kompetisi pun memasuki fase yang semakin menghangat, mengingat semua pasangan calon telah mempersiapkan diri untuk menggapai kemenangan. Fenomena in logis mengingat pemilukada merupakan salah satu bagian dari aktivitas politik praktis, yang dalam terminologi akademik, politik diartikan secara sederhana sebagai seni untuk mendapatkan kekuasaan serta mempertahankannya. * Bersambung hal 10 kol 5 Dengan demikian ajang pertarunganpun tidak hanya melibatkan calon pasangan baru yang akan ikut memperebutkan kekuasaan, namun juga pasangan calon incumbent yang ingin mempertahankannya. Tulisan ini mencoba mengidentifikasi faktor-faktor determinan yang bisa menentukan kemenangan dalam Pemilukada dengan berdasarkan pada fakta empirik yang pernah terjadi baik dalam skop nasional maupun lokal. Banyak kalangan memandang bahwa persoalan memenangkan Pilkada hanya terletak pada sisi finansial belaka. Pendapat itu tidak sepenuhnya benar, karena memang faktor finansial itu penting, namun tidak yang paling menentukan. Berdasarkan pengalaman empirik pelaksanaan Pemilukada dan Pemilu di Indonesia, dapat disarikan adanya Faktor 4-M yang menentukan kemenangan pasangan calon dalam pertarungan di Pilkada, yaitu sebagai berikut: Faktor 4-M yang pertama adalah Mesin Politik. Yang dimaksud dengan mesin politik adalah sarana atau perangkat sistemik struktural yang sangat efektif untuk melakukan fungsi komunikasi politik, sosialisasi politik, rekrutmen sampai penggalangan partisipasi konstituen untuk menggolkan pasangan yang diusungnya. Kendaraan politik mapan ditandai dengan kuatnya dukungan basis massa, sistem yang sudah solid, serta pengalaman yang cukup. Semakin kuat mesin sebuah politik, maka semakin mudah dalam mempermulus jalan calon memenangkan pilkada, karena mesin politik akan mudah menggarap, membentuk opini massa dengan jaringan yang telah ada. Tak ayal fenomena koalisi antar beberapa parpol mapan akan sangat memperkuat mesin politik yang ada. Namun, keberadaan mesin politik biasanya hanya menguntungkan bagi calon yang menggunakan pencalonan melalui jalur partai, dan tidak berlaku bagi calon jalur independen. Bagi calon yang diusung partai, maka mesin politik sudah terbangun dan tinggal menggerakannya. Sementara bagi calon independen yang biasanya hanya mengandalkan aspek popularitas sulit untuk memanfaatkan mesin politik mapan yang ada. Akibatnya dari beberapa pengalaman praktik Pilkada di Indonesa, hanya ada sedikit pemenang Pilkada yang terpilih melalui jalur independen, yaitu aktor Dicky Chandra yang terpilih sebagai Wakil Bupati Garut, yang saat ini telah mengundurkan diri. Selanjutnya faktor M yang kedua adalah Mass communication (komunikasi massa). Tak diragukan lagi bahwa komunikasi massa sangat efektif menentukan kemenangan calon, mengingat kemampuannya untuk membentuk opini dan pencitraan kepada publik. Gaya komunikasi Presiden SBY barangkali bisa dijadikan contoh. Politik pencitraan yang dikemasnya telah menarik para pemilih untuk menjatuhkan pilihan kepadanya, karena kesuksesan komunikasi massa yang digalang tim suksesnya. Citra SBY yang kalem, gagah, berbicara teratur dan seolah tidak ada cacat telah berhasil membius sebagian besar warga untuk mendaulatnya sebagai presiden RI. Faktor M yang ketiga adalah Momentum. Pengertian momentum secara sederhana adalah peristiwa sesaat yang sangat strategis bagi calon untuk menarik keuntungan waktu. Momentum bisa terjadi secara alami, namun bisa juga direkayasa atau diciptakan. Kemunculan Megawati sebagai presiden RI tentunya tak lepas dari momentum dikuyo-kuyo dirinya oleh Pemerintah Orde Baru yang terkenal dengan peristiwa Kerusuhan 27 Juli. Peristiwa pengrusakan Kantor DPP PDI oleh sekelompok oknum saat itu telah mengangkat pamor Megawati menjadi calon yang dinistakan. Contoh lain adalah munculnya SBY sebagai presiden pada periode pertama juga tak lepas dari momentum dikuyo-kuyonya SBY oleh Taufik Kiemas yang menyatakan SBY sebagai kekanak-kanakan saat mundur dari kabinet Mega untuk berlaga melawan Mega. Kasus melodrama yang dilakukan kedua tokoh tersebut tampak memunculkamn simpati pada para pemilih yang merasa iba dengan tokoh yang dinistakan. Barangkali momentum ini juga bisa dilakukan di skop yang lebih kecil di daerah. Faktor M terakhir adalah Materi. Tak disangkal bahwa berlaga di ajang pilkada yang membutuhkan mesin politik dan komunikasi massa memerlukan adanya dukungan materi yang kuat. Bahkan untuk calon independen malah akan lebih berat mengingat harus mengumpulkan dukungan 4% dari total penduduk. Apabila setiap KTP dukungan harus dialokasikan sejumlah materi, maka betapa besar materi yang harus dialokasikan. Apalagi pada saat kampanye, kebutuhan akan lebih besar lagi mengingat konstituen dan tim sukses membutuhkan dukungan logistik yang cukup. Di samping Faktor 4 M tersebut, sebenarnya masih ada faktor yang lebih menentukan yaitu faktor tangan Tuhan, karena kendati telah didukung semua faktor 4 M di atas, namun apabila Tuhan berkehendak lain maka semuanya akan berantakan. Oleh sebab itu, hendaknya semua calon bersikap sabar dan menerima hasil apapun setelah semua upaya dilakukan, karena hasil akhir adalah berada di tangan Nya. Dengan demikian jika semua pihak bisa melakukannya, maka Pemilukada akan kondusif, aman dan damai. Selamat menggunakan hak pilih warga kota Yogyakarta ! Identitas Penulis: (Penulis adalah Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan UMY)-f |
Senin, 20 Juni 2011
Tragedi Ruyati
TRAGIS nian nasib yang menimpa Ruyati binti Satubi. Tragis karena warga Desa Sukaderma, Kecamatan Sukatani, Bekasi, itu tewas di tangan algojo Kerajaan Arab Saudi. Janda berusia 54 tahun itu dieksekusi hukum pancung pada 18 Juni gara-gara membunuh majikannya.
Lebih tragis lagi, Ruyati yang meninggalkan tiga anak itu dipancung tidak sampai seminggu setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berpidato di Konferensi International Labour Organization (ILO), Jenewa, Swiss. ILO memberi kesempatan kepada Presiden Yudhoyono untuk berpidato pada 14 Juni karena Indonesia merupakan salah satu negara yang berhasil meratifikasi Undang-Undang Buruh Migran.
Dalam pidato yang disambut standing applause itu, Presiden Yudhoyono mengatakan di Indonesia mekanisme perlindungan terhadap pembantu rumah tangga migran Indonesia sudah berjalan, tersedia institusi dan regulasinya.
Tentu saja pidato itu menyejukkan dan menjanjikan sehingga disambut dengan tepuk tangan gegap gempita. Akan tetapi, buaian pidato tersebut tiba-tiba lenyap ketika tersiar kabar ke seluruh dunia bahwa Ruyati dihukum pancung tanpa ada pembelaan berarti dari negara. Pidato itu semakin meneguhkan kenyataan jauh panggang kata dari api perbuatan para pemimpin.
Ada semacam paradoks yang dialami tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Di satu sisi mereka dianggap sebagai pahlawan karena berhasil menyumbangkan devisa bagi negara. Di sisi lain, negara sama sekali tidak memberikan perhatian serius terhadap tenaga kerja bermasalah di luar negeri. Diplomasi luar negeri Indonesia terlihat sangat tumpul.
Eksekusi mati terhadap Ruyati merupakan bentuk paling nyata keteledoran diplomasi untuk melindungi pembantu rumah tangga migran Indonesia. Publik di Tanah Air sama sekali tidak pernah mengetahui proses hukum dan upaya diplomasi apa yang dilakukan pemerintah Indonesia.
Keteledoran itulah juga yang terjadi pada kasus eksekusi mati terhadap Yanti Iriyanti, pembantu rumah tangga migran Indonesia asal Cianjur. Menurut Migrant Care, hingga kini jenazah Yanti bahkan belum bisa dipulangkan ke Tanah Air sekalipun keluarga telah memintanya.
Pemerintah tidak boleh berpangku tangan untuk memperjuangkan harkat dan martabat pembantu rumah tangga migran Indonesia, apalagi berpuas diri setelah mengumbar pidato di forum internasional. Saat ini, berdasarkan data yang dipublikasikan Migrant Care, terdapat sekitar 23 warga negara Indonesia tengah menghadapi ancaman hukuman mati di Arab Saudi.
Tindakan nyata Presiden Yudhoyono sangat dinantikan. Misalnya, mengevaluasi kinerja, bila perlu mencopot semua pejabat yang terkait dengan keteledoran kasus Ruyati.
Pejabat yang perlu dievaluasi ialah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Luar Negeri, Kepala BNP2TKI, dan Duta Besar RI untuk Arab Saudi.
Tidak kalah penting ialah memprotes pemerintah Arab Saudi. Protes bisa dilakukan hingga tingkat memutuskan hubungan diplomatik kedua negara.
Hanya perbuatan nyata itulah yang kini ditunggu masyarakat. Rakyat sudah bosan dengan pidato berbuih tanpa tindakan.
Rabu, 08 Juni 2011
Menggugat DPR
PSKPM: “Your Common House for Capacity Building”
KREDIBILITAS Dewan Perwakilan Rakyat terus diuji. Sebabnya tidak lain karena antara mereka yang mewakili dan yang diwakili oleh DPR ada jarak yang amat panjang seperti langit dan bumi.
Formalitas memang menempatkan para anggota DPR menyandang predikat hebat sebagai wakil rakyat. Tetapi realitas ternyata menunjukkan fakta yang kontradiktif. Sebagian warga mengaku tidak terwakili oleh DPR.
Fakta itu didukung kesimpulan survei yang dirilis Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Maret silam. Survei dilakukan di tiga wilayah di Jakarta, yakni Cilincing, Tebet, dan Pasar Minggu.
Dari total 564 responden, 93% menyatakan tidak terwakili oleh anggota DPR periode 2009-2014 dan hanya 7% yang mengaku terwakili. Mayoritas responden juga mengaku tidak ingat dengan wakil mereka yang berkantor di Senayan.
Apakah Anda kaget dengan hasil survei itu? Sesungguhnya itulah cermin DPR di masa reformasi. Publik tidak merasa terwakili karena DPR tidak menggunakan kekuasaan besar yang dimiliki untuk kepentingan rakyat, tetapi untuk kepentingan diri sendiri, kelompok, atau partai mereka.
Peran DPR di bidang perundang-undangan, anggaran, pengawasan, dan perwakilan membuat lembaga itu begitu perkasa. Celakanya, tidak ada satu pun lembaga negara yang memiliki hak untuk mengawasi DPR.
Jelas, ada yang error dalam sistem ketatanegaraan. Pembagian kekuasaan antara legislatif, yudikatif, dan eksekutif memang sudah terwujud, tetapi mekanisme checks and balances di antara ketiga lembaga belum tertata secara berimbang.
Itu sebabnya, pengawasan terhadap DPR hanya datang dari publik. Jadi, kekuasaan yang besar di tangan DPR tanpa diimbangi pengawasan memadai.
Tidak mengherankan jika DPR kerap bertindak sesuka hati. Mereka menaikkan gaji sendiri kemudian merumuskan berbagai fasilitas yang harus didapat. Semua mulus terwujud tanpa ada hambatan.
Ironisnya, dengan kekuasaan yang begitu besar minus pengawasan, kinerja DPR malah masuk kategori buruk. Tengok, misalnya, kinerja DPR yang hanya mampu menghasilkan 16 undang-undang dari 70 undang-undang yang ditargetkan pada 2010.
Di bidang pengawasan pun idem ditto. DPR hanya hebat di awal, tapi loyo di bagian akhir. Meski kerap rapat dengan mitra pemerintah, toh ujung-ujungnya tidak tuntas. Nuansa transaksional sangat kental dalam setiap jejak parlemen. Kasus Century salah satu contohnya.
Selain berkinerja buruk, DPR pun terkenal sebagai lembaga yang korup. Sejumlah anggota dewan digiring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke bui. Sebagian lain sedang menjalani persidangan. Tetapi DPR tidak pernah jera. Kini muncul lagi calo-calo anggaran yang juga diduga melibatkan para wakil rakyat itu.
Publik sudah lelah dengan perangai buruk DPR. Tugas utama DPR sebagai penyalur aspirasi rakyat sudah lama terhenti dan menjelma menjadi makelar. Barangkali menjadi calo jauh lebih menguntungkan
(kliping EMI/Jumat, 27 Mei 2011 00:01 WIB)
KREDIBILITAS Dewan Perwakilan Rakyat terus diuji. Sebabnya tidak lain karena antara mereka yang mewakili dan yang diwakili oleh DPR ada jarak yang amat panjang seperti langit dan bumi.
Formalitas memang menempatkan para anggota DPR menyandang predikat hebat sebagai wakil rakyat. Tetapi realitas ternyata menunjukkan fakta yang kontradiktif. Sebagian warga mengaku tidak terwakili oleh DPR.
Fakta itu didukung kesimpulan survei yang dirilis Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Maret silam. Survei dilakukan di tiga wilayah di Jakarta, yakni Cilincing, Tebet, dan Pasar Minggu.
Dari total 564 responden, 93% menyatakan tidak terwakili oleh anggota DPR periode 2009-2014 dan hanya 7% yang mengaku terwakili. Mayoritas responden juga mengaku tidak ingat dengan wakil mereka yang berkantor di Senayan.
Apakah Anda kaget dengan hasil survei itu? Sesungguhnya itulah cermin DPR di masa reformasi. Publik tidak merasa terwakili karena DPR tidak menggunakan kekuasaan besar yang dimiliki untuk kepentingan rakyat, tetapi untuk kepentingan diri sendiri, kelompok, atau partai mereka.
Peran DPR di bidang perundang-undangan, anggaran, pengawasan, dan perwakilan membuat lembaga itu begitu perkasa. Celakanya, tidak ada satu pun lembaga negara yang memiliki hak untuk mengawasi DPR.
Jelas, ada yang error dalam sistem ketatanegaraan. Pembagian kekuasaan antara legislatif, yudikatif, dan eksekutif memang sudah terwujud, tetapi mekanisme checks and balances di antara ketiga lembaga belum tertata secara berimbang.
Itu sebabnya, pengawasan terhadap DPR hanya datang dari publik. Jadi, kekuasaan yang besar di tangan DPR tanpa diimbangi pengawasan memadai.
Tidak mengherankan jika DPR kerap bertindak sesuka hati. Mereka menaikkan gaji sendiri kemudian merumuskan berbagai fasilitas yang harus didapat. Semua mulus terwujud tanpa ada hambatan.
Ironisnya, dengan kekuasaan yang begitu besar minus pengawasan, kinerja DPR malah masuk kategori buruk. Tengok, misalnya, kinerja DPR yang hanya mampu menghasilkan 16 undang-undang dari 70 undang-undang yang ditargetkan pada 2010.
Di bidang pengawasan pun idem ditto. DPR hanya hebat di awal, tapi loyo di bagian akhir. Meski kerap rapat dengan mitra pemerintah, toh ujung-ujungnya tidak tuntas. Nuansa transaksional sangat kental dalam setiap jejak parlemen. Kasus Century salah satu contohnya.
Selain berkinerja buruk, DPR pun terkenal sebagai lembaga yang korup. Sejumlah anggota dewan digiring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke bui. Sebagian lain sedang menjalani persidangan. Tetapi DPR tidak pernah jera. Kini muncul lagi calo-calo anggaran yang juga diduga melibatkan para wakil rakyat itu.
Publik sudah lelah dengan perangai buruk DPR. Tugas utama DPR sebagai penyalur aspirasi rakyat sudah lama terhenti dan menjelma menjadi makelar. Barangkali menjadi calo jauh lebih menguntungkan
(kliping EMI/Jumat, 27 Mei 2011 00:01 WIB)
Vonis Bebas Agusrin Bukti Kalo Rezim DEMOKRAT Jadi Mentor Koruptor
PSKPM: “Your Common House for Capacity Building”
ADAKAH keadilan jika terdakwa korupsi divonis bebas, sedangkan pencuri-ayam mati dihajar massa? Pertanyaan klasik ini sepertinya kembali menggema menyusul vonis bebas atas Gubernur Bengkulu (nonaktif) Agusrin M Najamuddin.
Banyak orang terhenyak atas vonis bebas itu. Terhenyak karena ekspektasi publik atas pemberantasan korupsi yang sudah berurat berakar di negeri ini begitu melambung.
Ekspektasi itu makin melambung ketika publik menyaksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menghunus pedang untuk memimpin langsung perang melawan korupsi.
Agusrin didakwa menilap dana pajak bumi dan bangunan serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan Bengkulu sekitar Rp21 miliar. Jaksa menuntutnya 4,5 tahun penjara.
Akan tetapi, Majelis Hakim PN Jakarta Pusat memvonis bebas Agusrin. Majelis hakim berargumentasi terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi seperti didakwakan jaksa.
Sejak awal, masyarakat Bengkulu memang sudah wanti-wanti jangan sampai politik mengangkangi hukum dalam perkara Agusrin. Maklum, Agusrin adalah kader Partai Demokrat, partai berkuasa saat ini.
Publik seperti sudah mencium tanda-tanda itu. Agusrin yang sudah berstatus tersangka sejak Agustus 2008, tetap dilantik sebagai Gubernur Bengkulu untuk kedua kalinya pada 2010. Juga, persidangan Agusrin baru digelar dua tahun setelah dia ditetapkan sebagai tersangka. Dengan berbagai argumentasi, Partai Demokrat ketika itu pun tak kunjung menindak Agusrin.
Supaya berlangsung adil dan jujur seperti diharapkan publik, persidangan Agusrin digelar di Jakarta. Harapan masyarakat bagi penegakan keadilan kembali membuncah.
Apalagi, dalam persidangan awal, majelis hakim menolak keberatan kuasa hukum Agusrin sehingga persidangan tetap dilanjutkan. Keterangan sejumlah saksi di persidangan juga memberatkan Agusrin.
Maka, publik pun terhenyak dan limbung ketika majelis hakim memvonis bebas Agusrin. Publik lantas mengaitkan vonis bebas itu dengan status Agusrin sebagai kader Partai Demokrat.
Publik pun mempertanyakan kesungguhan SBY untuk tidak tebang pilih ketika menebaskan pedang keadilannya bagi para pelaku korupsi, termasuk jika pelakunya adalah kader Partai Demokrat.
Adalah wajar jika publik menduga-duga adanya campur tangan politik dalam vonis bebas Agusrin. Betul Partai Demokrat dan SBY sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat sudah menindak Muhammad Nazaruddin.
Akan tetapi, kita masih menanti apakah Nazaruddin yang disebut-sebut terlibat korupsi pembangunan Wisma Atlet SEA Games juga akan diperlakukan sama di muka hukum.
Oleh karena itu, adalah tepat langkah Komisi Yudisial yang turun tangan menyelidiki apakah ada main mata dalam persidangan Agusrin. Hasil penyelidikan KY sungguh kita tunggu-tunggu agar tidak terjadi dusta dan curiga di antara sesama anak bangsa.
(kliping EMI/Kamis, 26 Mei 2011 00:00 WIB)
ADAKAH keadilan jika terdakwa korupsi divonis bebas, sedangkan pencuri-ayam mati dihajar massa? Pertanyaan klasik ini sepertinya kembali menggema menyusul vonis bebas atas Gubernur Bengkulu (nonaktif) Agusrin M Najamuddin.
Banyak orang terhenyak atas vonis bebas itu. Terhenyak karena ekspektasi publik atas pemberantasan korupsi yang sudah berurat berakar di negeri ini begitu melambung.
Ekspektasi itu makin melambung ketika publik menyaksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menghunus pedang untuk memimpin langsung perang melawan korupsi.
Agusrin didakwa menilap dana pajak bumi dan bangunan serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan Bengkulu sekitar Rp21 miliar. Jaksa menuntutnya 4,5 tahun penjara.
Akan tetapi, Majelis Hakim PN Jakarta Pusat memvonis bebas Agusrin. Majelis hakim berargumentasi terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi seperti didakwakan jaksa.
Sejak awal, masyarakat Bengkulu memang sudah wanti-wanti jangan sampai politik mengangkangi hukum dalam perkara Agusrin. Maklum, Agusrin adalah kader Partai Demokrat, partai berkuasa saat ini.
Publik seperti sudah mencium tanda-tanda itu. Agusrin yang sudah berstatus tersangka sejak Agustus 2008, tetap dilantik sebagai Gubernur Bengkulu untuk kedua kalinya pada 2010. Juga, persidangan Agusrin baru digelar dua tahun setelah dia ditetapkan sebagai tersangka. Dengan berbagai argumentasi, Partai Demokrat ketika itu pun tak kunjung menindak Agusrin.
Supaya berlangsung adil dan jujur seperti diharapkan publik, persidangan Agusrin digelar di Jakarta. Harapan masyarakat bagi penegakan keadilan kembali membuncah.
Apalagi, dalam persidangan awal, majelis hakim menolak keberatan kuasa hukum Agusrin sehingga persidangan tetap dilanjutkan. Keterangan sejumlah saksi di persidangan juga memberatkan Agusrin.
Maka, publik pun terhenyak dan limbung ketika majelis hakim memvonis bebas Agusrin. Publik lantas mengaitkan vonis bebas itu dengan status Agusrin sebagai kader Partai Demokrat.
Publik pun mempertanyakan kesungguhan SBY untuk tidak tebang pilih ketika menebaskan pedang keadilannya bagi para pelaku korupsi, termasuk jika pelakunya adalah kader Partai Demokrat.
Adalah wajar jika publik menduga-duga adanya campur tangan politik dalam vonis bebas Agusrin. Betul Partai Demokrat dan SBY sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat sudah menindak Muhammad Nazaruddin.
Akan tetapi, kita masih menanti apakah Nazaruddin yang disebut-sebut terlibat korupsi pembangunan Wisma Atlet SEA Games juga akan diperlakukan sama di muka hukum.
Oleh karena itu, adalah tepat langkah Komisi Yudisial yang turun tangan menyelidiki apakah ada main mata dalam persidangan Agusrin. Hasil penyelidikan KY sungguh kita tunggu-tunggu agar tidak terjadi dusta dan curiga di antara sesama anak bangsa.
(kliping EMI/Kamis, 26 Mei 2011 00:00 WIB)
Langganan:
Postingan (Atom)