Sabtu, 30 April 2011

Ketidakadilan dan Kemiskinan Suburkan Radikalisme

PSKPM: “Your Common House for Capacity Building”
JK: Ketidakadilan Suburkan Radikalisme

Jakarta, Kompas - Mantan Wakil Presiden M Jusuf Kalla mengingatkan, ada lahan yang terbuka untuk tumbuh suburnya radikalisme di Indonesia. Lahan itu adalah ketidakadilan dalam berbagai bidang, yang dirasakan sebagian masyarakat. Radikalisme, yang salah satu perwujudannya adalah terorisme, tak akan bisa tumbuh jika negara ini sudah makmur.
”Di negara yang sudah makmur, seperti Singapura dan Malaysia, radikalisme tidak memiliki tempat untuk tumbuh. Akar radikalisme adalah ketidakadilan dan kita belum makmur. Untuk mengatasi radikalisme, ya jangan biarkan ada ruang tidak nyaman yang dirasakan masyarakat di negeri ini,” kata Kalla kepada Kompas di Jakarta, Jumat (29/4).
Kalla, yang kini menjadi Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI), menuturkan, untuk mengetahui akar radikalisme, paling mudah adalah mengandaikan diri kita menjadi bagian dari kelompok radikal tersebut. ”Apa yang dikatakan pimpinannya sehingga orang tergerak untuk bergabung? Kira-kira ia menjelaskan kondisi bangsa ini dan bagaimana mengatasinya. Mereka menawarkan cara mengatasi ketidaknyamanan yang masih dirasakan sebagian rakyat itu,” katanya.
Menurut Kalla, dengan munculnya gerakan radikalisme lagi, baik melalui terorisme maupun jaringan Negara Islam Indonesia (NII) yang merekrut kaum muda, berarti tindakan pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut selama ini belum cukup. Namun, bukan berarti pemerintah bisa langsung mematikan pikiran yang berbeda. NII sebagai sebuah pemikiran tidak bisa diadili. Mereka bisa diadili karena melakukan penipuan, penculikan, atau jika mendeklarasikan diri sebagai negara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dia mengakui, mengatasi radikalisme tidak bisa dilakukan oleh pemerintah sendiri. Semua komponen bangsa harus terlibat.

Kewalahan atasi NII
Dari Yogyakarta, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Jumat, menyatakan, pemerintah kesulitan mengatasi penyebaran jaringan NII. Tidak ada undang-undang (UU) yang bisa dijadikan landasan untuk mengendalikan gerakan ini sejak dini.
”Kami bisa melihat, tetapi tidak bisa bertindak,” kata Purnomo.
Menurut Purnomo, pemerintah sedang menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan Nasional dan RUU Intelijen untuk meredam gerakan radikal, seperti jaringan NII. Namun, banyak lembaga swadaya masyarakat yang tidak menyetujui RUU itu. ”Singapura dan Malaysia mempunyai UU yang keras terhadap hal seperti ini. Memang masyarakat Indonesia masih trauma dengan pengalaman masa Orde Baru, tetapi situasinya sekarang sudah berbeda,” tuturnya.
Meski belum ada UU untuk dasar mengatasi gerakan radikal, menurut Purnomo, pemerintah tidak tinggal diam dan memantau perkembangan gerakan jaringan NII.
Di Surabaya, Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengingatkan, saat ini rasa aman dan nyaman di masyarakat terganggu radikalisme, terutama terkait dengan merebaknya jaringan NII dan terorisme.
Secara terpisah, Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf mengungkapkan, Jatim kini menjadi sarang penyebaran paham NII. Beberapa daerah sudah dipetakan oleh kepolisian. Polri juga melakukan tindakan meniadakan persebaran ideologi itu.
Di Bandung, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengingatkan, radikalisme agama, seperti penyebaran NII, mengancam keutuhan negara. Meski hanya didukung pengikut yang sedikit, paham itu menimbulkan keonaran. Deteksi dini harus dilakukan dengan bekerja sama dengan intelijen.
Heryawan mengakui, NII memiliki ikatan sejarah dengan Jabar karena menjadi daerah asal gerakan itu. Namun, pendukungnya tak banyak lagi di Jabar.
Jumat, dilaporkan, seorang mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Siliwangi Kota Tasikmalaya, Rita Esti Kurnia (19), hilang sejak dua minggu lalu. Herti, ibu Rita, khawatir anaknya itu hilang akibat terlibat dengan kegiatan NII.

Perketat pengawasan
Secara terpisah, Menteri Agama Suryadharma Ali kepada pimpinan perguruan tinggi agama negeri (PTAN), Jumat, di Jakarta, meminta Rektor PTAN memperketat pengawasan terhadap kegiatan mahasiswa menyusul maraknya penyusupan paham radikal di kampus. Mahasiswa harus diarahkan untuk mengembangkan organisasi yang jelas akar ideologi serta sejarahnya.
Suryadharma mengakui, maraknya aksi kekerasan, mulai dari kasus bom buku, rencana pengeboman di Serpong, kasus cuci otak yang memanfaatkan kalangan kampus, hingga kekerasan terhadap kelompok keyakinan lain mengarah pada perusakan kerukunan antarumat beragama di Indonesia. ”Saya minta para rektor memberikan perhatian ekstra terhadap masalah ini. Saya tidak ingin lembaga pendidikan agama tersusupi oleh pandangan radikal, apalagi terorisme,” ujarnya.
Di Jakarta, 10 organisasi massa Islam berkumpul di kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Kamis. Mereka membentuk Forum Persahabatan Umat Islam untuk menolak radikalisme agama

Korupsi demi Partai

PSKPM: “Your Common House for Capacity Building”

KASUS dugaan suap terhadap Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharram semakin hari semakin seksi. Semakin seksi karena kasus itu disebut-sebut melibatkan bendahara umum partai berkuasa.

Informasi itu dibuka oleh Kamaruddin Simanjuntak, penasihat hukum Mirdo Rosalina Manulang. Rosalina ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Wafid pada 21 April lalu. Rosalina diduga perantara yang menghubungkan bendahara umum partai berkuasa itu dengan Wafid.

Kamaruddin, yang mulai kemarin dipecat dari penasihat hukum Rosalina, pun mengatakan bahwa bendahara umum partai berkuasa itu adalah anggota DPR dari Komisi III.

Sebuah deskripsi identitas yang mestinya tidak sulit bagi KPK untuk membongkarnya.

Tidak hanya itu, Kamaruddin pun mengaku sempat diancam untuk tutup mulut, sehingga ia pun melapor ke polisi dan KPK agar Rosalina sebagai saksi kunci kasus itu mendapat perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.

Semua informasi yang dibeberkan oleh Kamaruddin itu merupakan informasi yang sangat penting karena mengindikasikan bahwa yang terjadi bukan semata korupsi untuk memperkaya diri pejabat, melainkan patut diduga juga untuk memperkaya partai. Informasi itu bertambah seksi, karena yang dimaksud adalah partai yang berkuasa.

Nah, beranikah KPK membongkarnya? Betulkah KPK tidak pandang bulu? Kasus korupsi di Kementerian Pemuda dan Olahraga itu akan menjadi ujian tersendiri bagi KPK.

Yang jelas, selama ini KPK hanya piawai menangani perkara korupsi untuk memperkaya diri pribadi pejabat. KPK belum pernah menangani kasus yang melibatkan partai, apalagi partai yang berkuasa.

Padahal, keberhasilan membongkar dan mengadili kasus korupsi untuk pundi-pundi partai merupakan langkah lebih strategis untuk menegakkan pemerintahan yang bersih.

Adalah pengetahuan umum bahwa untuk memenangi pemilu, apakah itu pemilu legislatif, pemilu presiden, maupun pemilu kada, diperlukan uang bermiliar-miliar rupiah. Akan tetapi, tidak ada kejujuran dari manakah semua uang untuk kepentingan money politics itu berasal.

Pemilu 2014 tinggal tiga tahun lagi. Itulah saat uang sangat besar untuk money politics kembali diperlukan. Oleh karena itu, sepatutnyalah KPK mengendus apakah terjadi korupsi yang memang dimaksudkan untuk menggemukkan kas partai.

Keterlibatan orang-orang partai membuat korupsi berlangsung sistematis. Proyek-proyek pembangunan sudah dikorup sejak masih berada di dalam tahap perencanaan. Angka-angka di-mark-up, proyek-proyek dikaveling jauh sebelum berlangsung pembahasan RAPBN di DPR.

Inilah saatnya bagi Ketua KPK Busyro Muqoddas untuk membuktikan bahwa KPK masih kredibel. Kalau tidak, KPK-lah yang akan dilemahkan jauh lebih sistematis lagi oleh partai-partai. Sebab, partai-partai yang mencari dana bagi Pemilu 2014 dengan cara korupsi tidak akan nyaman dengan KPK yang kuat dan ditakuti.

Jumat, 29 April 2011

Otonomi Daerah yang Memabukkan

PSKPM: “Your Common House for Capacity Building”

DAERAH pemekaran baru yang tumbuh subur sejak reformasi benar-benar memabukkan. Mabuk karena semangat pemekaran yang tidak tertahankan. Sekarang, negara mabuk karena ternyata mayoritas daerah otonomi baru yang hadir dalam kurun 1999-2009 gagal.

Departemen Dalam Negeri akhirnya membuka hasil evaluasi yang sungguh-sungguh membuat mabuk. Dari 7 provinsi, 164 kabupaten, dan 34 kota hasil pemekaran selama 1999-2009, hanya dua kota yang memperoleh skor di atas 60 dari nilai tertinggi 100. Itulah Kota Banjar Baru di Kalimantan Selatan dan Kota Cimahi di Jawa Barat.

Sisanya mendapat skor merah untuk indikator kesejahteraan masyarakat, pemerintahan yang baik, pelayanan publik, dan daya saing. Sejumlah kota dan kabupaten bahkan memperoleh angka nol untuk keempat indikator itu.

Apa yang salah dengan itu semua? Kalau mau dicari-cari, banyak betul kesalahannya.

Harus diakui, pemekaran wilayah adalah histeria politis atas semangat otonomi yang tidak dipersiapkan dan dipahami secara baik. Sejumlah persyaratan, semisal demografi dan geografi serta potensi daya saing dan kapasitas birokrasi, dilabrak nafsu politis segelintir elite daerah.

Celakanya, nafsu politik elite itu diselubungi secara rapi juga oleh primordialisme suku, agama, dan daerah. Primordialisme itu semakin menggelapkan mata sehingga pemekaran dianggap hak politik yang tidak bisa dihalangi siapa pun dan dengan alasan apa pun.

Pemerintah yang terbius juga oleh primordialisme dan semangat kompromi akhirnya melabrak syarat-syarat yang ditetapkan sendiri. Jadilah banjir pemekaran daerah yang tidak terkontrol dan memabukkan.

Daerah pemekaran yang gagal akhirnya menjadi parasit bagi keuangan negara. Itulah yang menjawab mengapa APBN yang meningkat empat kali lipat dalam kurun 1999 sampai 2011 seperti hilang tidak berbekas.

Negara dipaksa menggenjot penerimaan APBN dari tahun ke tahun hanya untuk mengongkosi pegawai dan pegawai baru. Untuk memperoleh pendapatan asli daerah, uang APBN diakal-akali agar menjadi komponen PAD. Misalnya menyimpan di bank.

Otonomi daerah boleh dibilang sukses hanya dari sisi partisipasi publik terhadap rekrutmen pemimpin daerah mereka melalui pemilu kada. Namun, itu pun mulai dikritik karena terlalu banyak pemilu kada menyebabkan energi publik tersedot untuk urusan politik yang mahal dan manipulatif.

Pemerintah akhirnya berniat menggabungkan kembali daerah pemekaran yang gagal ke daerah induk. Namun, itu bukan kebijakan yang gampang. Pemekaran yang diselimuti semangat primordialisme akan menyulut persoalan sosial yang gawat bila dipersatukan kembali.

Yang terbaik adalah melaksanakan moratorium pemekaran sambil merampungkan grand design tentang jumlah wilayah yang memadai untuk ukuran Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Sebelum menjadi daerah pemekaran definitif, suatu wilayah haruslah juga melalui masa uji coba.

(Kliping Editorial MI/Kamis, 28 April 2011 00:00 WIB)

Negara Pecundang

PSKPM: “Your Common House for Capacity Building”

GLOBALISASI telah menjadi ideologi dunia yang tidak bisa dihindari. Hampir tidak ada negara yang berani mengambil pilihan untuk menutup diri. Suka atau tidak suka, semua negara pada akhirnya membuka diri terhadap arus besar globalisasi.

Ciri utama globalisasi, antara lain, ditandai dengan adanya perdagangan bebas. Semua negara bebas berkompetisi dan diperlakukan sama. Semua negara berhak mendapatkan dan menjual barang dan jasa yang dibutuhkan.

Dalam sistem seperti itu, distribusi keuntungan diyakini akan tersebar secara merata. Sayangnya, kenyataan berbicara lain. Tengoklah, misalnya, implementasi perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China atau yang dikenal dengan ASEAN-China free trade agreement (ACFTA).

Boro-boro kecipratan keuntungan, kekhawatiran banyak kalangan akan dampak negatif perdagangan bebas malah menjadi kenyataan. Setidaknya, sejak lebih dari setahun pemberlakuan ACFTA, produksi industri nasional sudah turun 50%.

Bisa dibayangkan akibat lanjutannya, sektor industri terpaksa memangkas jumlah pegawai hingga 20%. Padahal, pertambahan angkatan kerja baru mencapai 2 juta per tahun. Itu sama artinya jumlah pengangguran terus terdongkrak naik dari 8,9 juta pada 2009 menjadi 9,2 juta orang pada tahun ini.
Bukan cuma itu, angka-angka statistik lain memang kian membuahkan kecemasan.

Lihatlah neraca perdagangan yang terus babak belur. Pada 2006 Indonesia masih menikmati surplus US$39,7 miliar, sedangkan tahun ini anjlok tinggal US$22,1 miliar.

Tergerusnya surplus perdagangan itu, salah satu penyebabnya, akibat kian timpangnya neraca ekspor-impor Indonesia dan China. Pada 2000-2007 neraca perdagangan Indonesia-China masih seimbang, tapi lambat laun Indonesia malah mengalami defisit. Pada 2010 saja, defisit perdagangan Indonesia dengan China sudah mencapai US$7 miliar.

Data itu mencerminkan begitu derasnya arus barang dan jasa dari China yang masuk ke Indonesia, mulai dari komoditas remeh-temeh seperti peniti hingga barang yang sesungguhnya sudah banyak di negeri ini.

Bila semua kecenderungan itu dibiarkan, sempurnalah Indonesia menjadi negara pecundang

Rabu, 27 April 2011

Mengenal Konsep Pendidikan ala Friedrich Fröbel

Mengenal Konsep Pendidikan ala Friedrich Fröbel

PSKPM: “Your Common House for Capacity Building”

Download data dan Regulasi Pendidikan Nasional disini:

[PDF] UU Sisdiknas UU Sisdiknas

[PDF] UU Sisdiknas - DIKTI

[PDF] PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan

MODUL-MODUL:

[PDF] Program pendidikan
[PDF] Modul 1 - Konsep Dasar Inovasi Pendidikan
[PDF]Modul Kepemimpinan Buat Kepala Sekolah / Madrasah
[DOC] Modul Pendidikan Agama Islam Sma Kurikulum 2006

MODUL PENDIDIKAN PEMILIIH Bagi Kelompok Sasaran Pelajar Sekolah

[PDF] BAGIAN PROYEK PENGEMBANGAN KURIKULUM DIREKTORAT PENDIDIKAN
[PDF] Mengerjakan Siklus Akuntansi Perusahaan Dagang
[PDF] MODUL: PEMELIHARAAN INDUK
[PDF] MODUL: PENYIAPAN TAMBAK utk Sekolah Kejuruan
[PDF] Modul 9 - Menginstalasi SOFTWARE
[PDF] Mengoperasikan Software FTP BAGIAN PROYEK PENGEMBANGAN KURIKULUM
[DOC] Modul-hasil edit.doc - Gunungkidul Handayani
[PDF] BAGIAN PROYEK PENGEMBANGAN KURIKULUM DIREKTORAT PENDIDIKAN
PDF] Pemrosesan PCB
[PDF] Kode FIS.19 BAGIAN PROYEK PENGEMBANGAN KURIKULUM DIREKTORAT

[DOC] MODULDIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH. DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN. MODUL. MENGOPERASIKAN. SOFTWARE EMAIL CLIENT ...

[PDF] MODUL: PEMANENAN DAN PENGEMASAN MODUL: PEMANENAN. DAN PENGEMASAN. DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN. DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH. DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONA

[PDF] MODUL: PEMIJAHAN DAN PEMANENAN TELUR MODUL: PEMIJAHAN DAN. PEMANENAN TELUR. DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN. DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

[PDF]MODUL: PENETASAN Artemia MODUL: PENETASAN Artemia. DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN. DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH. DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

[PDF] KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN Judul Modul : PENGETAHUAN TENTANG PERKIRAAN KEBUTUHAN KAYU.

[PDF] modul penerangan tanda belok Nilai kegunaan modul ini terletak pada pemakaianya, karena itu kepada semua organisasi dan manajemen Pendidikan Menengah Kejuruan diharapkan

[DOC] MODUL EI DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN. DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN ... Modul dengan judul “Istalasi Perangkat Jarinagn Lokal (LAN)

[PDF] MODUL: PENGELOLAAN PEMBERIAN PAKAN DI KOLAM JARING APUNG. MODUL: PENGELOLAAN. PEMBERIAN PAKAN. DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN. DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH .

Mengenal Konsep Pendidikan ala Friedrich Fröbel

PSKPM: “Your Common House for Capacity Building”
(Syarief Ariefa'id)
 Mungkin tidak banyak diantara kita yang mengenal sosok yang cukup berpengaruh dalam sejarah pendidikan modern saat ini. Ia adalah Friederich Wilhelm August Fröbel,  sosok yang sering dipanggi dengan sebutan Froebel ini, lahir di Thuringen Jerman pada 21 April 1787 dan meninggal  di Scheweina Jerman pada 21 Juli 1852 (pada umur 70 tahun). Ia adalah salah satu tokoh pendidikan yang karya dan pemikirannya masih dijadikan acuan bagi dunia pendidikan modern hingga saat ini. Froebel adalah seorang tokoh pendidik raksasa yang pemikirannya banyak dipengaruhi oleh sejumlah pemikir Jerman yang ternama dan berpengaruh pada akhir abad 18 dan awal abad 19, diantaranya Johann Friederich Herbart (1776-1831).

Dalam mengejawantahkan tentang konsep pendidikan modern, Frobel merumuskan tiga fase pendidikan, dengan pendekatan Ilmu Jiwa. Dalam dasar ilmu jiwa ini Froebel tidak memberikan batas-batas umur tertentu. Dia hanya memakai tiga tahap yaitu masa BAYI, masa KANAK-KANAK, dan pada masa TANGGUNG. Selain itu, hal itu dikatakan Froebel karena perkembangan menurut Froebel terjadi bukan karena umur tetapi apabila seorang anak sudah dapat memenuhi kebutuhannya baik itu sebagai anak maupun sebagai orang dewasa. Alasan lain Froebel tidak memakai batas-batas umur tertentu adalah setiap tahap yang diberikan Froebel mempunyai ciri khas tertentu.

1. TAHAP BAYI (Masa Ketergantungan)

Pada bagian ini Froebel menamakannya sebagai tahap “pendahuluan” bagian “dasar pendidikan. Pada tahap ini orangtua dituntut untuk aktif dan orangtua harus memperhatikan bayi sebelum bayi menunjukkan tindakan atau gerakan seperti menangis. Hal itu perlu dilakukan untuk sang bayi agar terjadi kesatuan baru yaitu pertumbuhan batin dimana sang bayi akan menghormati orang yang ada disekitarnya. Pada tahap perkembangan ini bayi juga dinamakan Saugling yaitu menghisap, maksudnya pada tahap ini bayi menangkap keanekaragaman dari sekitarnya. Oleh karena itu, orang di sekitar bayi tersebut mampu mengembangkan lingkungan yang sehat, aman, menarik, dan murni. Selain itu, Froebel juga sangat menekankan bahwa setiap gerakan bayi haruslah diperhatikan mulai dari bayi tersebut tersenyum, sedang diam, dan juga saat bayi tersebut ada dalam pangkuan ibu.

2. Masa kanak-kanak (masa permulaan pendidikan)

Froebel mengatakan bahwa tahap ini merupakan masa permulaan pendidikan karena pada tahap ini anak sudah mulai bisa mengucapkan kata benda. Namun demikian, kata yang pertama yang diucapkan anak tersebut biasanya sedikit salah dan merupakan kewajiban orang tua atau pendampingnya untuk memperbaiki perkataan tersebut dengan mengucapkan kata yang disebutkan anak tersebut dengan benar. Selain pengucapan, Froebel juga menekankan mengenai bermain dan menarik hubungan antara bermain dengan pengalaman pendidikan. Menurut Froebel, bermain merupakan proses dimana perkembangan  kepribadian sedang terjadi. Oleh karena itu, ruang gerak anak tidak boleh dibatasi karena apabila kegiatan seorang anak dibatasi maka itu sama dengan mengikat nalar anaknya karena ia tidak bebas untuk menjelajahi lingkungannya. Masa kanak-kanak ini berakhir apabila seorang anak sudah mempunyai pengalaman lahiriah dan menjadikannya sebagai pengalaman batiniah.

3. Masa anak tanggung (masa untuk belajar)

Dalam bagian ini, anak sudah mulai mendapat pendidikan secara formal dan sistematis baik itu di bawah bimbingan guru maupun di bawah bimbingan orang tua. Titik beratnya ialah usaha untuk memperoleh pengetahuan tentang hal-hal yang lahirial, khas, dan khusus. Dalam tahap ini, Froebel juga menekankan bahwa anak mempunyai kecenderungan untuk mengerjakan sesuatu dan dalam mengerjakan sesuatu alangkah baiknya jika orangtua memperhatika apa yang dikerjakan anak dan memberikan dukungan dan apabila pekerjaan tersebut selesai maka orang tua selayaknya memuji perkerjaan anak tersebut. Dalam tahap ini juga anak sudah mulai berhubungan dengan orang-orang di sekitarnya sebagai contoh orang-orang di sekitarnya menyadari bahwa anak ini mempunyai sifat yang buruk. Namun demikian, menurut Froebel sifat buruk yang muncul dari anak ini disebabkan oleh lingkungannya. Menurut Froebel, seorang anak menjadi nakal karena di lingkungannya ia tidak diperlakukan dengan baik.

Asas-asas Pendidikan Froebel

Melalui pengalamannya sebagai guru sekolah dasar selama bertahun-tahun, Fröbel mengemukakan beberapa asas yang dianggap bermakna untuk pelbagai tahap pendidikan.
Fröbel mendasarkan pandangannya tentang pendidikan atas dua dasar, dasar teologi dan dasar psikologi. Ia beranggapan bahwa manusia terdiri dari dua unsur tersebut. Fröbel mengatakan bahwa apabila pendidikan terlalu menekankan salah satu sisi baik itu sisi rohani maupun sisi kecerdasan maka akan timpang atau berat sebelah. Oleh karena itu, Fröbel berpendapat bahwa pendidikan itu haruslah menekankan kedua sisi tersebut.

Pengertian Teologis tentang Manusia ala Froebel

Menurut Fröbel, manusia merupakan pengejawantahan dari Roh TUHAN dan setiap orang layaknya diperlakukan sebagaimana orang tersebut merupakan pengejawantahan dari TUHAN. Menurut Fröbel, pengejawantahan ini berhubungan dengan semua ciptaan lain karena Roh TUHAN itu meresap dalam semua ciptaannya. Fröbel juga mengatakan bahwa tujuan akhir dari manusia sebagai Hamba TUHAN dan alam ialah untuk mengejawantahkan Roh TUHAN secara harmonis dan menyatu

Tabiat Manusia: 

Fröbel menolak pandangan dari ajaran ortodoks yang mengatakan bahwa manusia itu pada dasarnya jahat. Fröbel mengatakan bahwa apabila kita mengatakan bahwa manusia itu pada dasarnya jahat maka dengan kata lain kita sudah menghina TUHAN. Oleh karena itu, Fröbel menolak dosa asal. Menurut Fröbel, manusia itu mempunyai sifat yang baik hanya saja sifat tersebut masih tertanam dalam diri manusia tersebut dan untuk mengeluarkan sifat baik tersebut kita baik sebagai pembimbing harus dengan sabar mencari dan menemukan sifat baik tersebut. Hal ini juga dikaitkan dengan keadaan sosial dalam masyarakat, Fröbel mengatakan bahwa pendidikan merupakan sarana untuk memperbaiki keadaan masyarakat.

Tugas Manusia

Menurut Fröbel, tugas utama manusia bukanlah membongkar apa yang telah ada tetapi membangun apa yang telah ada, karena hal itu menuntut pemikiran yang kreatif begitu pula dengan anak. Fröbel mengatakan bahwa anak haruslah dilatih untuk menyusun sesuatu karena dengan menyusun maka kegiatan berpikir dari seorang anak sedang berkembang dan di dalam kegiatan berpikir itu muncul kreatifitas. Bagi Fröbel, titik berat pendidikan bagi anak berada pada usia bersekolah di bawah kelas Sekolah Menengah Pertama 

Pendidikan Sebagai Pengalaman Rohani
Pendidikan adalah pengalaman rohani yang mengantar anak didik bertindak sesuai dengan jati dirinya sebagai makhluk yang belum lengkap, sebelum ia mengakui kesatuannya dengan Allah. Fröbel memeriksa dunia alam dengan seksama sebagaimana diwakili oleh sebuah kristal, ia melihat tanda tentang perubahan dan perkembangan. Di dalamnya tampaklah kesatuan, kekhasan dan keanekaragaman.  Pendidikan terdiri dari pelayanan yang mengantar manusia (yakni seorang makhluk yang cerdas, yang berpikir dan semakin sadar akan dirinya) sedemikian rupa sehingga hukum batin dari Kesatuan Illahi dapat dihayati dan diamalkan secara murni, tidak bercacat dan bebas. Pendidikan yang dimaksudkan itu akan memperlengkapi manusia dengan semua peralatan dan sarana yang ia perlukan untuk mencapai tujuan mulia tersebut. Asas pokok lain bertitik-tolak dari asas mutlak ini.

Asas Perkembangan
Berbeda dengan Teori Evolusi Darwin, Fröbel hanya bermaksud menunjuk pada perubahan dalam semua makhluk sebagai hasil kekuatan batin yang mendorong setiap makhluk itu untuk mencapai kemungkinan rohani yang terdapat di dalamnya. Fröbel menulis satu hukum yang menentukan bagaimana setiap makhluk akan berkembang dan menjadi sempurna, dan yang tetap berlaku secara mutlak di mana saja sebagai hubungan yang wajar antara ciptaan dan pencipta, serta ia mampu menerapkannya di bidang  pendidikan. Satu hal penting yang dikemukakan Fröbel adalah perkembangan menyempurnakan apa yang sudah ada dalam diri pelajar daripada menambahkan sesuatu yang tidak ada.
Ada empat pola perkembangan yang tampak dalam pendidikan:
  1. Benih yang kelak menghasilkan kedewasaan yang sudah ada dalam diri anak. Jadi pendidik perlu mengembangkan bakat yang tersembunyi dalam gen setiap anak. Tidak ada apa-apa yan dimasukkan dari luar, semua usaha pedagogis diarahkan menuju penyemppurnaan kemampuan yang sudah ada dalam bentuk potensi. Gagasan ini serupa dengan mazhab ilmu hayat yang dipimpin oleh Oken, yang mengatakan bahwa setiap bibit mengandung seluruh tanaman dalam bentuk kecil, termasuk akar, tangkai dan daun. Begitu pula dalam embrio sudah ada seluruh binatang.
  2. Hubungan dari bagian dengan keutuhan (Gliedganzes), dalam arti guru memperhatikan anak sebagai pribadi yang unik namun perlu memperoleh tempat yang sehat dalam kelompok. Hal ini dikemukakan Fröbel sebab ia melihat dalam dunia alam setiap satuan berhubungan dengan sesuatu yang lebih utuh lagi, tidak ada apa-apa yang sama sekali terpisah dari sesuatu yang lain. Proses pertumbuhan itu mencakup cara menghubungkan perseorangan (Glied) dengan Kelompok (Ganze), dan setiap kelompok berhubungan dengan sauna yang lebih luas lagi. Ia menganjurkan bagaimana pendidikan dapat turut memasyarakatkan anak, misalnya: dengan mencat garis lingkaran pada lantai ruang kelas, hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kebersamaan dalam setiap anak. Walaupun Fröbel menekankan pertumbuhan anak dalam kelompok, ia juga menghendaki setiap bagian (individu) ikut memprakarsai sesuatu yang khas juga. Sumbangan khas dari tiap bagian akan memperkaya kehidupan bagian yang utuh (kelompok) juga.
  3. Yang batiniah didorong menjadi lahiriah, dalam arti mendidik itu mencakup usaha untuk menolong anak menyampaikan pikiran, perasaan, kekuatan jasmani dan imannya yang telah ada secara batin, agar menjadi kelihatan (lahiriah) berupa buah nalar yaitu pikiran, perasaan dalam bentuk seni, kekuatan jasmani melalui pelbagai ketrampilan, dan iman melalui tindakan bermoral dan pelayanan terhadap sesama manusia.
  4. Asas perlawanan, tampak dalam alam dan menyoroti gaya hidup dinamis dan tidak statis. Hukum Frobel adalah asas dinamis yang mencakup tiga pokok, yakni aksi, reaksi, dan seimbangan. Oleh karena itu, penerapannya lebih luas daripada proses yang mencakup tesis, antitesis dan sitensis. Menurut Fröbel, alam dunia bukanlah pikiran atau gagasan murni, sebagaimana yang diajarkan Hegel dan juga bukanlah kekuatan jasmani, sebagaimana diajarkan oleh kaum Materialis. Alam dunia adalah organism rohani yang mewujudnyatakan diri, baik dalam kekuatan yang tampak dalam dunia jasmani, maupun dalam pikiran dunia nalar.
Penyampaian Arti melalui Bahasa Lambang (Simbol)
Fröbel meninjau bagaimana anak memanfaatkan benda tertentu, berupa obyek seperti bola, kubus, tulisan, lagu, gambar, karena simbol tersebut mencerminkan intisari ilahi dari dunia ini termasuk manusia. Satu hal yang ingin ditekankan Fröbel adalah memanfaatkan simbolisme dalam teori dan praktik pendidikan. Alat peraga dan tugas belajar yang dikembangkan oleh Fröbel berporos pada simbol, karena ia yakin bahwa dalam nalar anak telah ada permulan gagasan tentang hal tertentu, walaupun ia belum sadar akan gagasan itu, sebab telah ada hubungan dasariah dalam nalar anak tentang simbol dan kenyataan yang dilambangkan. Di bawah bimbingan belajar, sang anak akan ditolong untuk memilih simbol yang paling sesuai dengan perasaan atau gagasan yang hanya dapat disampaikan melalui simbol tertentu. Hal ini sesuai dengan praduganya bahwa segala sesuatu di dalam alam mengejawantahkan kekuatan yang universal dengan intinya yang rohani.

Belajar Dengan Berbuat
Hal ini dapat dilakukan dengan membangun tugas belajar swakaji (aktivitas) berarti bahwa anak didik bukanlah bejana pasif yang menerima apa saja dari susu, melainkan ia adalah seorang yang langsung ambil bagian dalam pendidikannya sesuai dengan asas yang dikemukakan oleh Jhon Amos Comenius. Semboyan “belajar dengan bermain” memuat pesan bahwa anak perlu berefleksi atas kegiatan tersebut dalam terang perasaannya.
Ada lima bentuk swakaji:
  1. Bermain, mencakup pemberian (gift) dan kerajinan tangan di samping tugas belajar yang dipilih, karena anak menikmatinya. Melalui bermain Fröbel, melatih kekuatan dan ketrampilan jasmani yang dinikmati anak. Latihan melalui gerak badan cenderung berporos pada pengungkapan gagasan dan perasaan anak secara bebas. Pendidikan ini yang menjadi dasar pendidikan taman kanak-kanak.
  2. Menyanyi, merupakan cara pokok untuk belajar.
  3. Menggambar, melalui menggambar anak sedang mengungkapkan gagasannya secara kelihatan dan lisan.
  4. Memelihara tanaman atau binatang kecil dan ber-anjangsana.
  5. Kesinambungan, dalam arti guru mengembangkan tugas belajar baru yang sesuai dengan pengalaman belajar sebelumnya.
Praktek Pendidikan ala Frobel:
Di atas sudah dijelaskan beberapa hal penting yang menurut Froebel harus diperhatikan dalam bidang pendidikan. Pada bagian ini akan dijabarkan mengenai Tujuan umum pendidikan, kurikulum yang ia bagi menjadi tiga, yaitu kurikulum untuk ibu, kurikulum untuk taman kanak-kanak dan kurikulum untuk sekolah dasar, lalu dijelaskan pula mengenai metodologi, peranan guru dan hubungan sekolah dan keluarga.
Tujuan Umum Pendidikan:
Froebel merumuskan tujuan umum pendidikan adalah : membimbing anak didik untuk semakin sadar akan jati diri sebagai anak Allah dan anak alam, bertumbuh dalam pengetahuan dan pengertian, juga menghargai perasaannya sebagai cara mengetahui yang berlaku, supaya ia dapat memecahkan masalah-masalah secara tangkas, bermoral dan adil terhadap diri sendiri, sesamanya dan dunia alam, serta memenuhi panggilannya dalam masyarakat. Semua itu dilaksanakan berdasarkan kehormatan terhadap bakat setiap pelajar dan keinginannya untuk memprakarsai pelajarannya.
Dengan kata lain, tujuan pendidikan menurut Froebel adalah untuk mendorong dan membimbing manusia sebagai sadar, berpikir dan memahami menjadi sedemikian rupa sehingga ia menjadi representasi murni dan sempurna itu hukum batin ilahi melalui pilihan pribadinya sendiri; pendidikan harus menunjukkan kepadanya cara dan makna mencapai tujuan tersebut.


Metodologi
Ada beberapa jenis metode yang dipakai Froebel untuk mengembangkan seseorang sesuai tabiatnya, yaitu : berdoa, percakapan, menghafalkan (walaupun hanya tahap sekunder), mengucapkan jawaban secara bersama-sama (secara berirama), bermain, swakaji (guru tidak berceramah), meninjau dan memeriksa, pelaporan (lisan maupun tertulis), bertanya, mengajarkan berdasarkan pola-pola (khusunya dalam vak bahasa), bercerita, latihan dan ulangan.

Peranan Guru
Di sini Froebel menekankan pada pentingnya peranan guru untuk mempersiapkan pengalaman belajar, merencanakan pengalaman belajar selengkap mungkin tetapi bersedia terus mengevaluasi rencana itu demi pengalaman belajar yang lebih dalam bagi si anak didik.
Oleh karena tugas dan peranan guru yang tidak sesederhana itu, Froebel menitik beratkan pada panggilan hidup seorang guru ketimbang hanya pada bakatnya saja.

Peranan Keluarga
Di sini Froebel kembali mengangkat peranan ayah yang sama pentingnya dengan pernan Ibu dalam proses perkembangan dan pendidikan anak. Keluarga harus menjadi wadah yang mampu mengembangkan semua kemungkinan yang tersirat dalam tabiat anak sebagai mahluk yang diciptakan  TUHAN.
Froebel melihat orang tua / keluarga adalah kunci untuk memperbaharui pendidikan, hal ini terwujud dalam bentuk buku pegangan bagi kaum ibu

Kesimpulan
Froebel mengatakan sangat penting hak anak untuk mengembangkan kekayaan yang terdapat dalam masa kanak-kanak”. Bagaimana ia meletakkan dasar-dasar yang terinci mempersiapkan anak pra sekolah (di bawah 6 tahun sekarang) memasuki dunia pendidikan yang sesungguhnya.
Banyak sekali pemikiran dan metode –metode pendidikan anak pra sekolah yang ditawarkan Froebel, masih dipakai hingga saat ini, misalnya seperti urutan pemakaian kotak-kotak pemberian (gifts), bernyanyi dengan menggerakkan anggota badan, kerajinan tangan dll. Walaupun sudah tidak sama persis tetapi urutan cara berpikir dan konsepnya masih sama.

Rujukan
  1. Boehlke, Robert. R; "Friedrich W.A. Froebel, Pendiri Taman Kanak-kanak", dalam Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997.
  2. Fröbel, F. (1826) Pada Pendidikan Manusia (Die Nenschenerziehung), Keilhau / Leipzig: Wienbrach.
  3. Friedrich Froebel 1826 Die Nenschenerziehung, hal. 2
  4. “Friedrich W.A. Froebel, Pendiri Taman Kanak-kanak”, dalam Boehlke, Robert. R; Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997). Hal. 272-367
  5. Berger, Manfred: 150 Jahre Kindergarten. Ein Brief an Friedrich Fröbel. Frankfurt 1990
  6. Berger, Manfred: Frauen in der Geschichte des Kindergartens. Ein Handbuch. Frankfurt 1995
  7. Fröbel, Friedrich (1900) The Student's Froebel: adapted from "Die Erziehung der Menschheit" of F. Froebel, by William H. Herford. 2 vols. London: Isbister, 1900-01. pt. 1. Theory of education—pt. 2. Practice of education (Substantially a translation of Froebel's work, with editorial comments and annotations)
  8. Hebenstreit, Sigurd: Friedrich Fröbel - Menschenbild, Kindergartenpädagogik, Spielförderung. Jena 2003. ISBN 978-3-934601-58-1
  9. Heiland, Helmut: Die Konzeption des Sachunterrichts bei Fröbel (1782–1852). In: Kaiser, A./Pech, D. (Hrsg.): Geschichte und historische Konzeptionen des Sachunterrichts. Baltmannsweiler 2004, S. 69-72
  10. Heiland, Helmut: Friedrich Fröbel in Selbstzeugnissen und Bilddokumenten. Reinbek 1982
  11. Heiland, Helmut: Die Schulpädagogik Friedrich Fröbel. 1993
  12. Wollons, Roberta. L., (Ed). Kindergartens and cultures : the global diffusion of an idea. New Haven, CT, Yale University Press, 2000

(PSKPM): REMBUG NASIONAL PEMERINTAHAN DESA untuk UU DESA

PSKPM: “Your Common House for Capacity Building”
REMBUG NASIONAL PEMERINTAHAN DESA untuk UU DESA
Download RUU Desa disini:
[PDF]
Naskah Akademik RUU Desa| i DIREKTORAT PEMERINTAHAN DESA

[PDF] BUTIR BUTIR REKOMENDASI POLICY PAPER PENYUSUNAN RANCANGAN UNDANG ..

MENDAGRI : KADES DIANGKAT PNS TUNGGU RUU DESA SELESAI

RUU Desa Atur Alokasi Dana - Berita - Kementerian Dalam Negeri

[PDF] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

[PDF] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG TENTANG PEMERINTAHAN DERAH

[PDF]UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1974 TENTANG POKOK POKOK PEMERINTAHAN DAERAH .

[PDF] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1979 TENTANG PEMERINTAHAN DESA

[PDF] TATA HUBUNGAN DESA DAN SUPRA DESA

[PDF]PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2005

REMBUG NASIONAL PEMERINTAHAN DESA untuk UU DESA

PSKPM: “Your Common House for Capacity Building”
 (Syarief Ariefa'id)
Term of Reference
Rembug Nasional Pemerintahan Desa
”Memperkuat Gagasan Desa Mandiri Melalui Rancangan Undang-Undang Desa”
Diselenggarakan oleh 
PSKPM - STPMD "APMD" Yogyakarta - Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indoensia- 
Asosiasi Badan Perwakilan Desa Seluruh Indonesia


A.       LATAR BELAKANG

Pemerintahan desa saat ini menghadapi tantangan yang sangat besar. Tantangan pertama bersumber dari keinginan pemerintah supradesa (pemerintah kabupaten dan pemerintah pusat) untuk memperkuat pelayanan publik di desa. Tantangan kedua bersumber dari keinginan masyarakat desa untuk berpartisipasi dalam mengelola pemerintahan desa.  Tantangan ketiga adalah soal keterbatasan akses sumber daya anggaran untuk mewujudkan kemajuan dan pembangunan desa.
            Ketiga tantangan tersebut di atas hanya sebagian kecil dari sekian banyak tantangan yang harus dihadapi oleh desa dalam mempercepat proses mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa. Hal yang tidak kalah penting adalah desa membutuhkan gagasan-gagasan yang orisinil dan indegenous untuk kemandirian desa. Untuk memperkuat gagasan kemandirian dan kesejahteraan desa (dalam konteks otonomi desa), maka terdapat dua pintu masuk untuk mengimplementasikan hal tersebut, pertama, melalui dukungan yang masif oleh seluruh elemen masyarakat, khsusnya stakeholders desa terhadap proses yang dilakukan oleh pemerintah saat ini tentang pembentukan Undang-Undang Pemerintahan Desa. Dukungan tersebut bertujuan, agar proses dan isi dari RUU tersebut betul-betul menjawab semua persoalan yang dihadapi desa selama ini.
Kedua, seluruh elemen desa dan pemerintahan desa, harus memastikan tuntutan kepada pemerintah pusat adanya kejelasan alokasi anggaran untuk desa  dalam APBN sebesar 7,5 sampai 10% dari total APBN. Tuntutan ini tentu sangat relefan dan beralasan, dimana angka kemiskinan nasional mayoritas berada di desa. Adanya kepastian alokasi anggaran pembangunan desa dalam APBN, akan mempermudah implementasi gagasan desa mandiri (dalam konteks otonomi desa), yaitu gagasan yang menempatkan desa yang melakukan proses pembangunan desa (desa membangun).

Desa Membangun Peretas Urbanisasi dan Kemiskinan
Gagasan Desa Mandiri dengan model Desa Membangun, merupakan suatu gagsan hasil evaluasi komprehensif tentang proses pembangunan desa selama ini. Tingginya angka kemiskinan di desa, selain memberikan gambaran tentang salah urus dalam membangun desa, juga mengisyaratkan  adanya efek domino terhadap  meningkatnya angka urbanisasi dari tahun ke tahun.  Urbanisasi menjadi satu pilihan yang dilakukan oleh warga desa untuk  keluar dari jejaring kemiskinan dan keterbelakangan sebagai akibat salah urus tersebut. Karena salah urus-pula sehingga pemahaman daerah maju dan tertinggal, daerah kota dan desa mengelami distorsi, yaitu kota itu selalu diimajinasikan maju, berkembang, sedangkan desa itu diposisikan tertinggal dan udik. Sehingga kota selalu dimaknai sebagai jalan untuk memperbaiki hidup. Tentu pemahaman ini relefan bagi masyarakat desa, karena kondisi empirik menunjukan hal tersebut.
Sentralisasi dan uniformity perencanaan pembangunan nasional selama  32 tahun plus 10 tahun pasca reformasi, tentu berdampak pada kesenjangan hasil pembangunan, yang lebih menitikberatkan pada wilayah perkotaan. Dan hal ini berakibat paralel dengan anggapan masyarakat desa bahwa kota merupakan tempatnya untuk mencari kemakmuran dan kesejahteraan hidup.  Data Litbang Ketrasmigrasian  tahun 2003 mencatat bahwa sejak tahun 1980, sampai tahun 2000, misalnya; mengisaratkan adanya peningkatan angka urbanisasi di Indonesia (22,3% pada tahun 1980, menjadi 30,9% pada tahun 1990, meningkat 34,3% pada 1994 dan menjadi 42,0% pada tahun 2000. Jadi dalam kurun waktu 20 tahun, peningkatan persentase penduduk kota mencapai lebih dari 163% secara nasional, yaitu dari jumlah penduduk kota 32,845 juta jiwa pada tahun 1980 menjadi 86,40 juta jiwa pada tahun 2000 atau secara proporsi dari 22,3 pada 1980 menjadi 42,0 pada tahun 2000. (Litbang Ketransmigrasian, 2003).
 Pada tahun 2007, State of World Population, merilis bahwa  lebih dari separuh (3,3 miliar) penduduk di muka bumi akan hidup di wilayah perkotaan dan melakukan urbanisasi besar-besaran. Pertumbuhan populasi yang pesat ini terutama terjadi di negara berkembang (State of World Population 2007).
Artinya bahwa ada kecenderungan warga desa melakukan urbanisasi  untuk mencari kehidupan yang lebih baik, karena secara empirik, perbedaan pertumbuhan ekonomi desa dan kota sangat jauh. Meminjam Michael P. Todaro (1978) untuk melihat fenomena urbanisasi dari pendekatan ekonomi menyebutkan, bahwa perbedaan upah antara desa dan kota sebagai variabel dominan yang mempengaruhi arus urbanisasi. Di Indonesia, variabel ekonomi sangat dominan, terbatasnya lapangan pekerjaan serta terbatas akses warga desa terhadap pasar untuk menjual hasil pertaniannya, semakin mendorong terjadinya urbanisasi. Inilah yang kemudian oleh Michael Lipton (1977) mengatakan, orang melakukan urbanisasi merupakan refleksi dari gejala kemandekan ekonomi di desa yang dicirikan oleh sulitnya mencari lowongan pekerjaan dan fragmentasi lahan (sebagai faktor pendorong), serta daya tarik kota dengan penghasilan tinggi (sebagai faktor penarik).
Kondisi ini tentu saja disebabkan oleh beberapa faktor; Pertama, “salah urus” dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan nasional dan pembangun desa berimplikasi pada ketidak seimbangan pertumbuhan ekonomi ditingkat desa dan kota, dan desa hanya menjadi basis penyangga pertumbuhan ekonomi nasional. Kedua, sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang tidak merata, dan warga desa dalam kondisi “tertekan” melakukan kegiatan urbanisasi sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya sembari membangun desa dari hasil kerja di kota. Ketiga negara tidak responsible membangun desa, tetapi lebih respon terhadap program-program pembangunan desa, sehingga terjebak pada desain kotanisasi desa, dan modernisasi desa (baca berbagai project sektoral pemerintah pusat melalui berbagai departemen)
Otonomi desa disatu sisi merupakan ruang untuk mengelola dan mengurus kepentingan masyarakat desa secara mandiri  (menjadi desa mandiri) dan di sisi yang lain, membutuhkan tersedianya tenaga-tenaga yang professional (aparatur pemerintahan desa yang profesional), sehingga dapat menjalankan roda pemerintahan dengan sebaik-baiknya. Sejalan dengan perubahan tatanan pemerintahan, baik di tingkat nasional maupun di tingkat lokal, ketersediaan tenaga-tenaga (Kepala Desa dan Perangkat Desa) yang memiliki kapasitas tertentu menjadi kebutuhan yang sangat penting, dalam menyonsong era perubahan pola hubungan desa dengan negara yang lebih otonom, melalui regulasi RUU Pemerintahan Desa yang sedang diproses oleh pemerintah dan DPR RI saat ini.
B.      TUJUAN
Rembug Nasional Pemerintahan Desa ini secara umum bertujuan untuk memperkuat Otonomi Desa melalui usulan/inisiatif Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pemerintahan Desa oleh seluruh elemen Pemerintahan Desa (Kepala Desa, Perangkat Desa dan Badan Permusyawaratan Desa), sebagai upaya untuk mewujudkan otonomi dan kesejahteraan masyarakat desa melalui gagasan Gagasan Desa Mandiri (Desa Membangun)  serta anggaran desa dalam APBN.
Secara khusus Rembug Nasional Pemerintahan Desa bertujuan untuk:
  1. Adanya diseminasi dan pembahasan tentang gagasan Desa Mandiri dengan Model Desa Membangun
  2. Adanya diseminasi dan pembahasan tentang RUU Pemerintahan Desa versi pemerintah pusat
  3. Adanya diseminasi dan pembahasan RUU Pemerintahan Desa versi Pemerintahan Desa dan masyarakat desa
  4. Adanya masukan-masukan/usulan-usulan dari seluruh stakeholder di Desa terkait penyempurnaan RUU Pemerintahan Desa, khususnya yang berkaitan dengan posisi, kewenangan dan keuangan desa (dalam APBN)
  5. Terumuskannya sebuah konsep implementatif  dan strategi untuk pengembangan Desa Mandiri.

Memahami Pelayanan Publik

PSKPM: “Your Common House for Capacity Building”
Memahami Pelayanan Publik

Baca dan Download Bacaan lanjutan disini (GRATIS):
[PDF] UU Pelayanan Publik

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2009

[PPT]

HAK MENGUASAI NEGARA DALAM KEUANGAN PUBLIK KONSEP, TEORI, DAN PRAKTIK

[PDF]

Pelayanan Publik - Reformasi yang Sama-Sama Menang

Penerapan UU Pelayanan Publik

[DOC]

Public Service Model

[PDF]

A Model Public Service Broadcasting Law

[PDF]

New models of public service ownership

[PDF]

Model Public Service Broadcasting Law - Handbook - January 2003

[PPT]

Performance Management & Agency Models In Public Sector Reform

[PDF]

Models of Public Sector Information Provision via Trading Funds

[PDF]

Testing a Model of Public Sector Performance: How Does Management

[PDF]

Joint working for public service delivery Joint working for public

PDF]

Institutional Models: Public Service Training

[PDF]

Panel Session “Evolving CBC: New Models of Public Service Media?”

PDF]

New delivery models for public infrastructure projects

PDF]

New delivery models for public infrastructure projects

[PDF]

Public Service (citizen/stakeholder) Accountability and the


Video untuk models of public service